JAM-Pidum mengungkapkan bahwa para pelaku kejahatan aset kripto kini menggunakan teknik yang lebih canggih, seperti mixer dan tumbler untuk mengaburkan jejak transaksi serta cross-chain bridging untuk memindahkan aset antar-blockchain tanpa mudah terdeteksi.
“Kita tidak bisa lagi mengandalkan metode investigasi konvensional. Kejahatan berbasis kripto membutuhkan pendekatan yang lebih maju, termasuk pemanfaatan blockchain analytics tools agar proses penyelidikan lebih akurat dan efektif,” tegasnya.
Untuk meningkatkan kompetensi para jaksa, pelatihan ini dibagi dalam dua tahap:
- Tahap I (3–7 Februari 2025): Dasar-dasar aset kripto dan penggunaan Chainalysis Reactor dalam investigasi.
- Tahap II (April 2025): Teknik investigasi lanjutan dan penyitaan aset kripto.
Setiap peserta akan menjalani ujian sertifikasi yang diakui secara global, yang diharapkan dapat memperkuat kerja sama Kejaksaan dengan lembaga internasional seperti UNODC, Stolen Asset Recovery Initiative (STAR) World Bank, dan Financial Action Task Force (FATF).
JAM-Pidum menekankan bahwa dengan pemahaman teknologi digital yang sama, kolaborasi dengan mitra global akan menjadi lebih efektif dalam menangani kejahatan keuangan berbasis kripto.
“Kejahatan di dunia digital semakin kompleks. Oleh karena itu, kita perlu membangun jaringan kerja yang solid dan memastikan best practices dalam investigasi aset kripto menjadi bagian dari keahlian kolektif kita,” imbuhnya.
Komentar