Dalam proses tersebut, Suherlan mengakui kesalahannya, meminta maaf kepada korban, yang kemudian menerima permintaan tersebut dan meminta penghentian proses hukum.
Setelah mencapai kesepakatan, Kepala Kejaksaan Negeri Subang mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, yang juga menyetujui langkah tersebut. Permohonan ini disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang berlangsung pada 4 November.
Selain kasus di Subang, JAM-Pidum juga menerapkan keadilan restoratif pada 15 kasus lainnya, yang mencakup pelanggaran seperti penganiayaan, pencurian, dan penggelapan. Dalam setiap kasus, sejumlah alasan menjadi pertimbangan untuk menghentikan penuntutan, termasuk proses perdamaian yang telah dilakukan, belum adanya hukuman sebelumnya bagi tersangka, dan jaminan bahwa mereka tidak akan mengulangi perbuatan.
“JAM-Pidum mendorong semua Kepala Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum,” pungkasnya.
Komentar