Silaen juga menyoroti kondisi lembaga-lembaga reformasi seperti KPK, MK, dan desentralisasi daerah yang kini mengalami kemunduran. “Lembaga-lembaga ini justru menjadi lebih rusak dan jahat dibandingkan era kekuasaan Presiden Soeharto. Banyak kepala daerah terjerat kasus hukum, termasuk Ketua KPK yang menjadi tersangka kasus pemerasan,” ujarnya.
Namun, ada sedikit angin segar dalam proses Pilkada Serentak 2024 yang sebelumnya dianggap akan dikuasai oleh ‘invisible hand’. Keputusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi cermin demokrasi yang berhasil mengakomodir aspirasi rakyat. Keputusan terhadap perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora itu dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.
Lebih lanjut, Silaen memperingatkan bahwa rakyat Indonesia mungkin akan menjadi “budak di negeri sendiri” jika kekayaan bangsa terus dijual murah kepada investor asing. Ia juga mengkritik mereka yang duduk di pemerintahan sebagai hasil dari reformasi, tetapi lupa akan tujuan reformasi tersebut.
“Reformasi yang merenggut nyawa mahasiswa dan rakyat kini dibajak oleh mereka yang menikmati kekuasaan. Demokrasi yang diperjuangkan lewat reformasi 21 Mei 1998 tampaknya gagal dan tinggal kenangan,” pungkas Silaen, alumni Lemhanas Pemuda 2009.
Komentar