Anda Mungkin Lebih Disukai Dari Yang Anda Pikir

Para peneliti tidak menemukan adanya liking gap di antara anak-anak usia empat tahun – mereka menilai dengan tepat seberapa besar kawan mereka menyukai mereka. Namun, pada usia lima tahun, anak-anak sudah meremehkan kemungkinan bahwa kenalan baru mereka ingin menjadi teman mereka.

“Ketika Anda masih sangat muda, Anda mungkin berasumsi bahwa jika seseorang bersikap baik kepada Anda, mereka benar-benar merasa senang dengan Anda,” kata Wolf, yang sekarang menjadi asisten profesor psikologi perkembangan di Utrecht University di Belanda. “Anak-anak kecil belum memahami gagasan tentang kesopanan.”

Namun, seiring bertambahnya usia, anak mulai menyadari bahwa orang lain mungkin menutupi kejengkelan atau kebosanan mereka. “Ada lebih banyak ketidakpastian dalam menghubungkan perilaku seseorang dengan perasaan mereka yang sebenarnya tentang Anda.” Dan ini berarti mereka mulai menebak-nebak reaksi orang lain.

Sedikit kesadaran diri tentu saja adalah hal baik. “Masuk akal bagi saya untuk menyadari beberapa kekurangan saya, sehingga saya dapat memperbaikinya lain kali saya berbicara dengan orang lain,” kata Cooney. Tetapi banyak dari kita yang terlalu pesimis. Dan penilaian itu menghalangi kita untuk menjalin koneksi dengan orang-orang yang mungkin benar-benar menghargai kita, meskipun kita agak canggung.

Bahaya asing?

Penelitian tentang liking gap mirip dengan banyak penelitian tentang ketakutan untuk berbicara dengan orang asing seperti sopir taksi, pelayan restoran, atau orang asing di taman. Secara umum, kita membayangkan bahwa percakapan dengan orang lain akan jauh lebih sulit daripada yang sebenarnya – yang tentu saja, berarti kita cenderung untuk tidak memulainya.

“Orang-orang takut dengan keheningan yang canggung,” kata Gillian Sandstrom dari University of Essex, Inggris. Tampaknya baik sebelum dan sesudah interaksi, kita membiarkan pikiran negatif mengaburkan penilaian kita tentang apa yang bisa jadi sebenarnya merupakan pertemuan yang menyenangkan.

Sandstrom, yang juga merupakan salah satu peneliti dalam studi tentang liking gap, menduga bahwa sedikit pengetahuan tentang seni percakapan dapat meredakan kecemasan kita. Namun solusi ini tidak begitu berdampak pengalaman peserta bercakap-cakap dengan orang asing berikutnya.

Ia menduga bahwa kiat itu mungkin hanya membuat para peserta sadar akan kekurangan-kekurangan mereka – malah memperkuat suara internal negatif mereka. “Mereka malah terjebak di dalam kepala mereka sendiri,” kata Sandstrom.

Penelitian Sandstrom menunjukkan bahwa membiasakan diri adalah cara terbaik untuk meredakan kecemasan kita: semakin sering seseorang berbicara dengan orang asing, semakin mereka merasa percaya diri.

Bagi Cooney, pemahaman dasar tentang liking gap telah membantu kita mengatasi kecemasan sosial yang umum tersebut. “Ini membuat saya keluar dari pemikiran negatif itu,” ujarnya.

Jika Anda merasa canggung dalam suatu percakapan, Cooney menyarankan Anda untuk menempatkan diri pada posisi lawan bicara, dan bertanya apakah orang tersebut akan benar-benar memperhatikan atau mengingat kecerobohan yang mungkin Anda lakukan.

Dalam beberapa kesempatan ketika Anda benar-benar melakukan kesalahan, Anda dapat menganggap rasa malu sebagai pelajaran, yang akan membuat pertemuan Anda berikutnya lebih baik.

Pokoknya, ketika berbicara dengan orang lain, Anda bisa santai saja. Itu karena kemungkinan besar, Anda lebih disukai dari yang Anda pikir.

Komentar