JurnalPatroliNews – Jepang – Pemerintah Jepang berusaha untuk meningkatkan jumlah pernikahan di luar kota besar. Namun upaya terbaru gagal total untuk diwujudkan.
Rencana tersebut melibatkan pemberian insentif berupa uang tunai hingga 600 ribu yen (sekitar Rp 63,7 juta) serta tiket kereta api untuk membantu para wanita ini bertemu calon pasangan mereka di pedesaan.
Langkah ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak wanita menikah dan menetap di luar Tokyo, sekaligus mengurangi kesenjangan gender di desa-desa yang sedang mengalami krisis populasi.
Banyak desa di Jepang yang kini hampir tidak memiliki anak-anak karena rendahnya angka kelahiran. Inisiatif ini dipandang sebagai solusi untuk menangani masalah depopulasi yang semakin parah. Namun, rencana tersebut akhirnya ditarik kembali setelah menerima kritik luas dari masyarakat.
Menteri Revitalisasi Global, Hanako Jimi, menegaskan bahwa pemerintah kini sedang meninjau ulang strategi tersebut dan menolak klaim tentang besaran uang yang akan diberikan dalam program itu.
“Kami perlu mempertimbangkan ulang pendekatan ini,” ujarnya, mengutip pernyataan dari Channel News Asia pada Sabtu, 31 Agustus 2024.
Di media sosial, kebijakan ini menuai reaksi keras dari banyak warga Jepang. Banyak yang menganggap rencana ini merendahkan perempuan, seolah-olah nilai mereka hanya diukur dari kemampuan melahirkan anak.
“Apakah mereka benar-benar berpikir wanita berpendidikan tinggi di Tokyo akan tertarik pindah ke pedesaan hanya demi 600 ribu yen? Ini sungguh tidak masuk akal,” ujar salah satu pengguna. Pengguna lainnya menambahkan, “Rencana ini mencerminkan pandangan kuno bahwa wanita hanya bernilai jika mereka memiliki anak.”
Para pengkritik juga menyoroti bahwa kebijakan ini tidak lebih dari cerminan budaya patriarki yang masih kuat di Jepang, di mana dominasi laki-laki masih tampak di berbagai bidang kehidupan.
Komentar