Misi Penjaga Perdamaian PBB Terancam Gara-gara Anggaran

JurnalPatroliNews Jakarta – Misi pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di seluruh dunia terancam tidak bisa berjalan mulai Kamis (1/7) mendatang akibat seluruh negara anggota Majelis Umum belum menyepakati usulan anggaran yang diajukan.

Perdebatan di antara 193 negara anggota Majelis Umum PBB itu belum menyetujui alokasi anggaran Pasukan Penjaga Perdamaian sebesar US$6 miliar (sekitar Rp87.5 triliun) untuk setiap tahun hingga 30 Juli 2022 mendatang.

Dilansir Reuters, menurut keterangan sejumlah diplomat, perdebatan soal anggaran pasukan penjaga perdamaian itu terjadi akibat perubahan prosedur negosiasi, masalah pada bidang logistik dan pertentangan politik antara China dan kelompok negara-negara Barat.

Kepala Strategi Manajemen, Kebijakan dan Kepatuhan PBB, Catherine Pollard, mengatakan dia sudah menyampaikan kepada 12 misi pasukan penjaga perdamaian di dunia, yang sebagian besar berada di Afrika dan Timur Tengah, supaya menyiapkan rencana darurat jika usulan alokasi anggaran itu tidak disetujui tepat waktu.

“Di waktu yang sama kami berharap dan yakin seluruh negara anggota bisa mencapai kesepakatan,” kata Pollard.

Menurut Pollard, jika sampai tenggat pembahasan yakni pada Rabu (30/6) besok tak juga dicapai kesepakatan, maka Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, hanya bisa menyetujui pencairan anggaran untuk menjaga aset-aset PBB dan memastikan keselamatan pada staf dan pasukan penjaga perdamaian.

Kepala Misi Penjaga Perdamaian PBB, Jean-Pierre Lacroix, mengatakan jika masalah perdebatan anggaran itu masih alot, maka kerja mereka akan semakin terbatas. Dia juga memperingatkan hal itu bisa menghambat tugas misi penjaga perdamaian untuk melindungi warga sipil, membantu pencegahan Covid-19 dan mendukung upaya mediasi lewat jalur politik dari pihak-pihak yang berkonflik.

Indonesia adalah salah satu negara yang mengirimkan pasukan dalam misi penjaga perdamaian.

Selama ini Amerika Serikat menjadi penyumbang terbesar anggaran pasukan penjaga perdamaian, yakni sekitar 28 persen. Sedangkan China menyumbang 15.2 persen dan Jepang 8.5 persen.

 

Komentar