Jurnalpatrolinews – Tripoli : Pejabat intelijen Israel bertemu secara diam-diam bulan ini dengan Putra Panglima perang utama Libya Saddam Haftar untuk membahas pencalonannya sebagai presiden 2021!
Saddam Haftar mencari dukungan Barat untuk kampanyenya, yang diperkirakan akan mengadu dia melawan Saif al-Islam Gaddafi, putra mantan Muammar Gaddafi yang kuat. Â
Kemenangan Saddam Haftar dapat mengarah pada hubungan yang lebih erat antara Israel dan Libya, yang tidak mengakui negara Yahudi itu. Tahun lalu, Maroko, Sudan, Bahrain dan Uni Emirat Arab setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.
Selama pertemuan dengan pejabat intelijen Israel awal bulan ini, Saddam Haftar membahas situasi di kawasan dan ambisinya untuk stabilitas negaranya, serta dukungannya untuk demokrasi di negaranya.Â
Kedutaan Israel tidak menanggapi tentang hal ini. Intelijen Israel telah lama diyakini mendukung Haftar, tetapi pemerintah Israel belum mempublikasikannya.
Pemilihan umum Libya dijadwalkan pada 24 Desember 2021, yang pertama sejak 2014. Upaya untuk merencanakan pemilu 2018 dan 2019 ditunda karena perang saudara di negara itu. Awal bulan ini, parlemen Libya menunjuk pemerintahan sementara dengan perdana menteri sementara dan dewan kepresidenan.
Sumber-sumber Israel memperkirakan pemilu itu akan menjadi pertarungan antara Saddam Haftar dan Saif al-Islam Gaddafi.
Pencalonan Gaddafi didukung oleh Vladimir Putin, yang dilaporkan bertemu dengan kandidat tersebut di Moskow pada September, menurut surat kabar Italia Corriere della Sera.
Saddam Haftar, seorang Kapten Tentara Nasional Libya, mengklaim memiliki visi sekuler dan demokratis untuk Libya, menurut ayahnya. Ayah Saddam Haftar, Khalifa Haftar, adalah mantan pemimpin militer tepercaya di bawah Muammar Gaddafi. Dia pergi ke Amerika Serikat di mana dia menghabiskan hampir 20 tahun di Virginia Utara dan kembali ke Libya pada tahun 2011.
Sebagai pemimpin Tentara Nasional Libya, Khalifa Haftar telah menikmati dukungan Barat selama bertahun-tahun. Presiden Prancis Emmanuel Macron secara terbuka mengkritik panglima perang Libya – yang telah didukung Prancis selama bertahun-tahun – atas kampanye militernya yang berdarah, dan kelompok hak asasi manusia menuduhnya melakukan “kejahatan perang”.
Jika dan ketika informasi di atas benar, skala untuk asumsi kekuatan politik di Libya setelah pemilu akan condong ke arah Saddam Haftar. Ini akan menguntungkan Israel dan Yunani, yang mendukung Khalifa Haftar selama perang saudara di Libya.
(***/. dd – pntpstgm)
Komentar