Peneliti Unair Klaim, Ada Mutasi Baru Virus COVID-19 di Surabaya Tipe Q677H

JurnalPatroliNews – Surabaya – Peneliti dan Pakar Biomolekular Universitas Airlangga (Unair) Prof Ni Nyoman Tri Puspaningsih mengklaim ada mutasi baru virus COVID-19. Mutasi Corona Surabaya tipe Q677H ini sangat jarang ditemui. Mutasi Corona Surabaya ini lebih dekat dengan strain Eropa dari pada China. Dan baru terdeteksi di tingkat global yang baru ada di 13 negara, termasuk Indonesia.

Mutasi virus Corona Q677H ini sedang dipelajari pengaruh lain, selain tingkat penyebaran. Sebab, tipe Q677H masih 0,12% di data internasional giset yang terkonfirmasi 12 negara dari jumlah 99 virus atau pasien baru ditemukan di informasi data base pada Maret atau April.

Salah satu yang menyumbang data mutan di Indonesia di giset, masih Surabaya. Belum ditemukan di kota lain. Namun, tipe virus Q677H ini sudah ada di negara lain khususnya Eropa, AS, Australia, India, termasuk pula Timur Tengah. Tetapi pada peta, tidak sebanyak D614G.

“Kami sekarang masih mempelajari interaksi protein ke protein. Kami tidak meneliti sampai tingkat kematian karena meneliti di situ harus tracing terhadap kondisi pasien. Kami kerja sama dengan RS, litbangkes untuk mendapatkan sample lebih banyak untuk mengetahui apakah juga menyebar di daerah lain di Indonesia,” kata Nyoman saat dihubungi rekan media, Senin (31/8/2020).

“Apakah (Virus ini) menyebabkan kematian? Karena datanya masih sedikit. Q677H saja baru 1, sedangkan D614G baru 12 data yang ada di giset Indonesia. Data ini masih sangat sedikit untuk mengatakan ini menyebabkan tingkat kematian, itu belum ada bukti signifikan, masih bervariasi,” jelasnya.

Menurutnya, pengaruh pada meningkatnya angka kematian atau tidak, itu perlu penelitian dan data yang lebih akurat. Meski mendapat data dan kondisi pasien tersebut, namun hal itu bukan wewenang peneliti untuk menyampaikan bahwa virus itu berbahaya.

“Karena kami hanya punya satu data (Pasien). Dan itu betul-betul data yang belum bisa disebut berbahaya dan menyebabkan kematian. Kami juga sedang mempelajari pengaruh pada protein virus. Bisa jadi ini hanya pengaruh sama D614G tingkat penyebarannya cepat tapi belum kepada kematian. Secara internasional juga belum,” paparnya.

Pihaknya berharap virus itu cepat termutasi, sekaligus cepat hilang. Dengan termutasi, ada dua kemungkinan, virus semakin kuat atau lemah.

“Lama-lama kemampuannya menurun untuk menginfeksi. Sisi klinik riwayat, tracing pasien, sembuh, perlu data banyak, nggak bisa data satu pasien saja. Sehingga kami bisa pelajari molekulnya. Namun bukan mempelajari riwayat pasien, karena hal itu bukan wewenang kami, itu wewenang dokter,” jelasnya.

Sementara pengaruh virus Corona D614G  pada tingkat kematian juga belum ada data maupun laporan. Baik jurnal internasional maupun informasi yang mengatakan mutasi ini menyababkan peningkatan angka kematian. Yang jelas diketahui adalah meningkatkan infektivitasnya.

Artinya, meningkatnya penyebaran yang lebih luas tapi tidak menyebabkan kematian, masih belum terbukti. Sebab, kasus Corona ringan-ringan juga mempunyai mutan tersebut.

“Memang penyebaran menjadi cepat, karena ada mutasi meningkatkan daya infektivitasnya. Tapi tidak menyebabkan kematian. Imunitas juga belum ada penelitian ke sana, demikian yang dilaporkan sampai Agustus 2020,” pungkasnya.

(lk/*)

Komentar