Perbandingan Vaksin Pfizer & Moderna Lawan Covid Varian Delta

JurnalPatroliNews – Jakarta, Vaksin mRNA dari Pfizer dan BioNTech mungkin kurang efektif melawan Covid-19 varian Delta dibandingkan Moderna.

Hal ini diungkapkan oleh dua laporan yang diunggah di medRxiv pada hari Minggu (7/8/2021) sebelum peer review.

Dalam sebuah penelitian Mayo Clinic Health System pada lebih dari 50.000 pasiennya, tim peneliti menemukan penurunan efektivitas dua vaksin melawan varian Delta. Namun vaksin Moderna masih lebih tinggi dibandingkan efektivitas varian Pfizer-BioNTech.

Efektivitas Moderna turun menjadi 76% pada Juli, saat varian Delta dominan, dari 86% di awal 2021. Sementara efektivitas vaksin Pfizer-BioNTech dari 76% menjadi 42%, seperti dikutip CNBC Internasional, Selasa (10/8/2021).

Dr. Venky Soundararajan dari referensi perusahaan analisis data Massachusetts, yang memimpin studi Mayo Clinic, mengungkapkan suntikan booster Moderna mungkin diperlukan segera bagi mereka yang mendapatkan suntikan Pfizer atau Moderna.

Dalam studi terpisah, penghuni panti jompo lansia di Ontaria menghasilkan respon kekebalan lebih kuat pada vaksin Moderna dibandingkan Pfizer-BioNTech. Ini terutama terhadap varian yang mengkhawatirkan.

Anne-Claude Gingras yang memimpin penelitian dari Lunenfeld-Tanenbaum Research Institute di Toronto, mengatakan para orang tua mungkin perlu dosis vaksin yang lebih tinggi, booster dan tindakan pencegahan lain.

“Kami terus percaya, penguat dosis ketiga mungkin diperlukan dalam waktu 6-12 bulan setelah vaksinasi penuh untuk mempertahankan tingkat perlindungan tertinggi,” kata Juru bicara Pfizer mengomentari dua laporan penelitian.

Sementara itu studi lainnya mengungkapkan orang yang menerima dosis kedua Pfizer-BioNTech lima bulan atau lebih bisa menghasilkan tes positif Covid-19 dari orang yang divaksin kurang dari lima bulan. Penelitian ini mempelajari hampir 34.000 orang dewasa yang divaksinasi lengkap di Israel dan melihat apakah mereka memiliki kasus terobosan Covid-19.

Secara keseluruhan, 1,8% dinyatakan positif. Sedangkan di segala usia kemungkinan tes positif lebih tinggi saat doksin vaksin terakhir diterima setidaknya 146 hari sebelumnya.

Diantara pasien yang lebih tua dari 60 tahun, kemungkinan mendapatkan tes positif hampir tiga kali lebih tinggi setidaknya 146 hari setelah mendapatkan dosis kedua. Sebagian besar infeksi baru diamati baru-baru ini, ungkap rekan penulis Dr. Eugene Merzon dari Layanan kesehatan leumit Israel.

“Sangat sedikit pasien yang memerlukan rawat inap dan terlalu dini untuk menilai tingkat keparahan infeksi baru ini dalam hal penerimaan di rumah sakit, kebutuhan akan ventilasi mekanis atau kematian. Kami berencana untuk melanjutkan penelitian kami,” tambah Dr. Merzon.

Penelitian lain mengungkapkan kantung telur ovarium tidak rusak oleh antibodi Covid-19. Penelitian di Israel menganalisa cairan dari kantung ovarium atau foliker dari 32 wanita dengan sel telurnya diambil untuk dibuahi sperma dalam tabung reaksi.

Dari jumlah itu 14 wanita belum divaksinasi terhadap virus corona atau terinfeksi. Sementara sisanya telah pulih dari Covid-19 atau menerima vaksin mRNA Pfizer-BioNTech.

Dalam dua kelompok itu para peneliti melihat antibodi terhadap virus dalam cairan folikel. Tidak ada perbedaan antara keduanya untuk kemampuan foliker membuat hormon seks wanita, memelihara sel telur hingga membentuk embrio yang berkualitas dan melepaskan sel telur selama ovulasi.

Selain itu juga tidak ada perbedaan dalam ‘tingkat embrio berkualitas baik’ dari telur yang diambil,” kata Dr. Yaakov Bentov dari Hadassa-Hebrew University medical Center di Yerusalem.

(cnbc)

Komentar