ESDM Tegas: Larangan Ekspor Bauksit Tetap Juni! Meski Pabrik Minim

JurnalPatroliNews – Jakarta –Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) semakin tegas dalam pelaksanaan kebijakan pelarangan ekspor bijih bauksit pada Juni 2023. Pasalnya larangan ekspor sudah tertuang dalam amanat Undang-undang No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif menegaskan pelarangan ekspor untuk mineral mentah khususnya bauksit sudah pasti akan disetop pada Juni 2023 mendatang. Yang mana artinya tidak akan ada pengecualian dengan berbagai alasan oleh para pengusaha tambang bauksit di Indonesia.

“Juni kan jelas-jelas sudah jelas. Undang-undang nggak boleh lagi ekspor, setelah UU Minerba jelas aturannya. Kan nikel sudah ada sejak Januari 2020, kemudian bauksit pasti Juni (2023), yang lain mestinya sudah pasti (dilarang ekspor),” jelasnya dalam acara Workshop Mining For Journalist, Bogor, dikutip Minggu (26/2/2023).

Tidak luput, Irwandy juga mengakui masih banyak refinery atau fasilitas pemurnian bijih bauksit menjadi alumina yang belum terbangun di Indonesia. Dia mengatakan bahwa masih ada 8 refinery bauksit yang ditargetkan rampung pada Juni 2023 ternyata saat ini masih berbentuk tanah, alias belum terbangun apa-apa.

“Delapan (refinery) sedang proses, proses apa yang terjadi, ada yang melaporkan 50%, 30%, 18%. Diperintahkan Menteri (ESDM) tinjau ke lapangan, kedelapannya masih tanah. Ada satu yang ada kemajuan melaporkan yang kecil itu ada,” ujar Irwandy.

Dia juga menegaskan bahwa bagi pengusaha bauksit yang tidak menepati janji dan beersungguh-sungguh dalam menjalankan amanat UU No. 3/2020 tidak akan mendapatkan izin mengekspor bijih bauksit lagi pada Juni 2023 mendatang.

“(Pengusaha) yang tidak bersungguh-sungguh pasti tidak mungkin bisa ekspor lagi karena punya janji smelter selesai Juni, kemungkinan nggak akan dapat izin lagi. Tapi yang bersungguh-sungguh sesuai dengan ini tentu akan diproses, Juni selesai sudah,” tegasnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menyatakan bahwa ketersediaan smelter atau fasilitas pengolahan dan pemurnian bauksit di Indonesia belum memadai saat kebijakan pelarangan ekspor bahan mineral mentah, termasuk bauksit, berlaku mulai Juni 2023 mendatang.

Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengatakan, smelter bauksit baru diperkirakan akan bisa rampung dalam jangka waktu hingga empat tahun ke depan. Namun begitu, dia menekankan dalam jangka waktu tersebut bisa selesai apabila memang pemerintah turut membantu dalam mencari investor yang siap untuk pembangunan smelter.

“Kami masih memerlukan lagi kira-kira 3-4 tahun ke depan, kalau memang kita sudah banyak dibantu oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan investor yang betul-betul siap. Karena dalam mendapatkan investor sekarang pun banyak hal yang perlu kita kaji bersama,” ungkapnya kepada rekan media dalam Mining Zone, dikutip Jumat (27/1/2023).

“Masih 3 tahun. Tapi itu dalam tanda petik, semua ini masih dalam proses, kecuali memang ongoing project,” lanjutnya.

Selain itu, Ronald mengungkapkan berbagai persoalan yang ditemui dalam membangun smelter bauksit di Indonesia. Salah satunya adalah persoalan investasi, bahwa untuk mendirikan satu smelter bauksit diperlukan modal (Capital Expenditure/ Capex) hingga US$ 1,2 miliar atau setara dengan Rp 18,2 triliun (asumsi kurs Rp 15.160 per US$).

Oleh karena itu, menurutnya investor agak berat untuk mengeluarkan investasi sebesar itu. “Saya kira investasi yang memang agak berat. Investasi ini maju mundur, sudah deal, mereka pergi lagi,” tutur Ronald.

Komentar