Luruskan Opini Liar, KPK: Tidak Benar Perpim KPK Perjalanan Dinas Legalkan Gratifikasi Dan Suap

JurnalPatroliNews Jakarta – Tidak tepat jika Peraturan Pimpinan (Perpim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 6/2021 tentang Perjalanan Dinas disebut melegalkan gratifikasi dan suap.

Begitu penegasan yang disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri menjawab opini-opini liar yang berkembang yang dianggap informasi yang belum dipahami oleh pihak-pihak yang memberikan opini.

“Pada prinsipnya KPK tidak berubah terhadap aturan perjalanan dinas ini,” ujar Ali saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kavling 4, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin sore menjelang petang (9/8).

Konferensi pers yang juga dihadiri oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK, Cahya Hardianto Harefa dan Kepala Biro Keuangan KPK, Arif Waluyo ini menjelaskan secara rinci terkait Perpim 6/2021 karena masih ada informasi yang belum lengkap hingga memunculkan opini liar.

“Jadi itu yang ingin kami sampaikan. Apalagi kemudian ada pihak yang menyebutkan bahwa ini adalah melegalkan gratifikasi dan suap, saya kira tidak tepat gitu ya, karena ini biaya operasional yang ditanggung oleh negara,” kata Ali.

Sementara itu, Sekjen KPK, Cahya H Harefa mengatakan bahwa, dengan beralih status kepegawaian KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) per 1 Juni 2021, maka KPK perlu melakukan harmonisasi aturan internal dengan aturan yang berlaku secara umum di ASN atau kementerian lembaga.

“Hal tersebut agar tidak terjadi pertentangan pedoman dalam pelaksanaannya. Salah satunya yakni pengaturan tentang perjalanan dinas,” ujar Cahya.

Pada 30 Juli 2021 kata Cahya, KPK telah menerbitkan Perpim 6/2021 tentang perubahan atas Perpim 6/2020 tentang perjalanan dinas di lingkungan KPK.

Beberapa penyesuaian berdasarkan Perpim 6/2021 tersebut di antaranya, Pasal 2A Ayat 1 menyebutkan “Pelaksanaan perjalanan dinas di lingkungan KPK untuk mengikuti rapat seminar dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara”.

Selanjutnya pada Pasal 2A ayat 2 menyebutkan “Dalam hal panitia penyelenggara sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 tidak menanggung biayanya maka biaya perjalanan dinas tersebut dibebankan kepada anggaran KPK dan dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda”.

Penyesuaian itu kata Cahya, berdasarkan ketentuan pada Peraturan Menteri Keuangan 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.

Di mana, perjalanan dinas dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip selektif, ketersediaan anggaran, efisiensi dan akuntabilitas.

Berdasarkan Pasal 11 Ayat 1 PMK 113/PMK.05/2013 tersebut, bahwa pembebanan biaya perjalanan dinas dalam rangka mengikuti rapat, seminar, dan sejenisnya ditanggung oleh panitia penyelenggara, sehingga hal tersebut merupakan praktik yang berlaku secara sah di seluruh kementerian lembaga.

“Namun dalam hal panitia penyelenggara tidak menanggung biaya perjalanan dinasnya, maka biaya tersebut dibebankan kepada anggaran KPK dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda dan mengedepankan efisiensi anggaran,” jelas Cahya.

Sementara dalam Peraturan Komisi (Perkom) 7/2012 tentang Perjalanan Dinas di lingkungan KPK Pasal 3 huruf g disebutkan “Dalam komponen biaya perjalanan dinas dibayarkan oleh pihak atau instansi lain maka terhadap komponen biaya yang telah ditanggung tersebut tidak dibebankan lagi pada anggaran komisi”.

Sebaliknya, dalam sebuah kegiatan bersama dalam lingkup kementerian lembaga atau antar-ASN, KPK juga dapat menanggung biaya perjalanan dinas pihak terkait.

“Kami perlu tegaskan bahwa pembebanan atas biaya perjalanan dinas kepada pihak penyelenggara hanya berlaku antar-kementerian lembaga atau dalam lingkungan ASN. Peraturan ini tidak berlaku dalam kerjasama dengan pihak swasta,” tegas Cahya.

Di samping itu masih kata Cahya, bila pegawai KPK menjadi narasumber dalam rangka perjalanan tugas-tugas KPK, maka pegawai tersebut tidak diperkenankan menerima honor.

Dengan demikian, berdasarkan Perpim tersebut, kini sistem perjalanan dinas KPK bisa mengakomodir atau sharing pembiayaan untuk mendorong agar pelaksanaan program kegiatan tidak terkendala karena ketidaksertaan anggaran pada salah satu pihak.

Kata Cahya, program tersebut sangat penting untuk tetap bisa dilakukan secara optimal.

“Sharing pembiayaan juga merupakan salah satu implementasi nilai kode etik KPK yaitu sinergi dengan para pemangku kepentingan lainnya, dalam melaksanakan tugas-tugas pemberantasan korupsi,” terang Cahya.

Cahya pun kembali mengingatkan bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya, bukan gratifikasi apalagi suap.

Namun masih kata Cahya, pembiayaan pada proses penanganan suatu perkara, untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan, maka KPK memutuskan bahwa seluruh kegiatan tersebut tetap menggunakan anggaran KPK.

Pegawai KPK pun dalam pelaksanaan tugasnya tetap berpedoman pada kode etik pegawai dengan pengawasan ketat oleh Dewan Pengawas (Dewas) dan Inspektorat untuk menolak gratifikasi dan menghindari konflik kepentingan.

“Kami juga mengajak masyarakat untuk turut mengawasi penggunaan anggaran negara, agar terus taat terhadap aturan dan mengedepankan ketepatan sasaran serta manfaatnya,” pungkas Cahya.

Di akhir kata, Ali berharap apa yang telah disampaikan pada hari ini memberikan pemahaman kepada masyarakat atas informasi yang belum lengkap yang beredar.

“Mudah-mudahan ini bisa menjadi clear dan jelas,” kata Ali menutup kegiatan konferensi pers.

Komentar