Mantan Kasal Bernard Kent Sondakh: Pembelian 8 Kapal Fregat oleh Kemenhan Tidak Ada dalam Renstra TNI AL

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Rencana Kementerian Pertahanan di bawah komando Prabowo Subianto membeli 8 kapal fregat dari Italia yang tidak pernah ada dalam rencana strategis (Renstra) TNI AL membuat Kepala Staf TNI AL periode 2002-2005, Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh heran. 

Bernard mengatakan, cara pembelian yang dilakukan Kemenhan dengan membeli 8 kapal sekaligus dapat diartikan sama dengan membeli barang bekas. Sebab menurutnya, jika membeli kapal baru tidak akan bisa dalam kurun waktu cepat. Bernard menyebut, untuk satu kapal dibutuhkan waktu produksi sekitar 3,5 tahun.

“Satu fregat sampai dia siap diuji coba di laut membutuhkan waktu sekitar 3,5 tahun. Dengan rincian 3 tahun diproduksi, 6 bulan dites semua peralatan. Jika sudah bagus, baru diserahkan ke pembeli,” ungkapnya, dalam unggahan di Youtube Kanal Anak Bangsa, dikutip Kamis (1/7).

Bernard memberi contoh, saat dia menjabat Kasal pernah membeli kapal dari Belanda pada bulan Desember tahun 2004. Kapal tersebut kemudian baru diterima TNI AL pada tahun 2007.

“Orang harus ingat (kecuali keadaan mendesak, seperti perang), kalau dalam keadaan normal tidak mungkin membuat kapal sekaligus 6. Jadi, kapal pertama 6 bulan untuk kapal pertama, 6 bulan lagi untuk kapal kedua dan seterusnya,” terangnya.

Jadi, jika pembelian kapal fregat dihitung kontrak pada tahun 2021 kemungkinan kapal pertama diselesaikan pada tahun 2024-2025. “Tapi kalau ternyata 6 kapal fregat itu datang tahun 2023, kita harus curigai itu bukan kapal baru, pasti kapal bekas,” katanya.

Lebih jauh Bernard menjelaskan, membeli kapal atau kontrak pembelian kapal dalam waktu yang relatif pendek mempunyai risiko. Menurutnya, Indonesia membangun kekuatan militer harus berdasarkan trade assasment terkait dengan ancaman, siapa pelakunya, bentuknya bagaimana. Hal itu kemudian dikaji untuk ditentukan solusinya.

“Karena dari ancaman itu, kita menemukan strategi untuk menghadapi ancaman dari lawan,” ucapnya.

Menurut Bernard, sebaiknya Indonesia memproduksi sendiri Alat Utama Sistem Persenjataan atau Alutsistanya. Dengan demikian, Indonesia memiliki nilai lebih.

“Kita punya value yang absolute, punya daya gentar, orang takut sama kita. Korea Utara lihat, siapa yang berani sama dia semua dia bikin sendiri. Tapi kalau kita beli dari luar, memang kita punya value, tapi tidak absolute. Kedua, kita tidak bisa menghentikan akselerasi dari perubahan teknologi sistem senjata, cepatnya minta ampun. Kita kontrak 2021, tahun 2026 mungkin sudah berubah,” paparnya.

Namun, apa yang diungkapnya tersebut, kata Bernard, tidak ada tendensi atau menjelekkan pihak mana pun. Penilaiannya dibuat secara akademik dan empiris serta dari apa yang pernah dilakukan dan didapatnya di lembaga pendidikan.

“Kalau hanya berfikir akademik, belum tentu dia paham tentang kondisi yang riil. Saya sebagai kepala Staf Angkatan laut pernah melaksanakan itu,” tuturnya.

Selanjutnya, Bernard mengaku terkejut dengan kontrak pembelian 8 kapal fregat itu. Sebab menurutnya lagi, saat mendapat undangan dari TNI AL terkait rencana ke depan tidak ada penjelasan tentang pembelian 8 kapal fregat tersebut.

“TNI AL punya tradisi, setelah dua-tiga bulan dia (Kasal yang baru) mengundang para mantan Kasal dan para seniornya, untuk memberikan penjelasan rencana ke depan TNI AL. Dan waktu saya diberikan penjelasan, tidak pernah menyebut tentang 8 fregat itu. Artinya, pembelian kapal itu tidak ada di dalam Renstra. Ini bukan dari angkatan laut, ini top down, kalau benar itu ya, katanya sudah kontrak,” ungkapnya.

Komentar