Melatih Filsafat Sebagai ilmu Kritis di Perguruan Tinggi

JurnalPatroliNews – Jakarta – Filsafat adalah ilmu yang harus dilatih terus menerus, karena melatih nalar memerlukan proses yang panjang. Belajar filsafat juga melatih kita mempelajari alam semesta agar manusia dapat berfikir. Demikian sambutan dari Wakil Rektor Universitas Paramadina Dr. Fatchiah E. Kertamuda saat membuka diskusi knowledge sharing “Melatih Filsafat sebagai Ilmu Kritis di Perguruan Tinggi”  di Universitas Paramadina Jakarta, 07/06/2023.

Menurut Fatchiah filsafat adalah aspek penting dalam kearifan. “Belajar filsafat merupakan seni berpikir kritis dan kebijaksanaan, oleh karenanya karena yang dikaji sesuatu yang tidak terlihat maka bisa saja akan muncul berbagai perspektif yang berbeda.” Tambahnya.

Narasumber Dr. Budhy Munawar-Rachman memaparkan tentang urgensi filsafat di masa modern saat ini. “Filsafat adalah akar dari sains. Mencegah masyarakat mempercayai kebenaran-kebenaran yang tidak jelas di era post truth.  Filsafat juga melatih untuk berpikir kritis.”

Di era modern saat ini lanjut Budhy, filsafat sudah terpisah dengan cabang-cabang ilmu pengetahuan yang  sejatinya merupakan turunan dari keilmuan filsafat. “Oleh karenanya, ketika seseorang akan mempelajari filsafat, seringkali muncul pertanyaan-pertanyaan pragmatis tentang ilmu filsafat. Pertanyaan-pertanyaan mendasar yang selalu muncul tentang ilmu filsafat adalah pekerjaan apa yang nanti akan ditekuni, di tengah kompleksitas problem kemanusiaan saat ini” ujar  Budhy.

Karena dianggap ilmu yang tidak membumi, filsafat hanya identik dengan aktivitas penelitian dan Pendidikan. Filsafat juga identik dengan intelektual exercise yang tidak membumi. 70% pekerjaan filsafat adalah mengurusi dan memperdebatkan Kembali sejarahnya.

Jika dielaborasi, menurut Budhy ada 3 jenis kegunaan filsafat : Filsafat sebagai kumpulan teori filsafat, filsafat sebagai metode pemecahan masalah, filsafat sebagai pandangan hidup. “Tidak semua orang perlu jadi filosof setelah belajar filsafat, filsafat dapat menjadi reservoir etika – mengutip ucapan Cak Nur.”  

Komentar