Dijelaskan Prof Evi, langkah Presiden Jokowi ini tak lepas dari kepentingan Indonesia sebagai tuan rumah Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang sedang berlangsung di Indonesia, dimana Jokowi berkepentingan agar acara ini berhasil tanpa ada kendala akibat perang di Ukraina.
“Jauh-jauh dari Indonesia, dari Asia sampai ke sana untuk ngurusin perang walaupun memang interest beliau kita paham, bahwa beliau ingin menyelamatkan G20 dan sebagainya. Kita paham interest itu, tapi kan kenyataan kalau seorang presiden Indonesia bisa sampai ke sana menembus wilayah perang, suatu yang memang layak menurut saya, suatu yang dihargai,” jelasnya.
Dari kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia itu berhasil membuat Rusia dan negara-negara tetangga membuka jalur ekspor-impor bahan pangan dan lainnya ke negara lain. Sayangnya, kata Prof Evi, nama Indonesia tidak disebutkan dalam keberhasilan itu dan malah negara Eropa lain yang disebut.
“Kunjungan presiden itu kurang memberikan dampak terhadap Rusia, buktinya sampai hari ini serangan Rusia tidak berhenti walaupun tempo hari memang ada pintu koridor ekspor-impor bahan pangan dibuka sama Rusia,” bebernya.
“Rusia sudah membuka boikot lautnya sehingga kapal dari Ukraina yang mau menjual biji-bijian gandum keluar negeri sudah bisa berjalan, tapi kan kita belum tahu dari berita yang saya baca itu karena lobi negara lain kalau nggak salah siapa ya Turki atau apa ya. Kok Indonesia nggak disebut sama sekali di berita itu,” tambahnya.
Meski nama Indonesia tidak disebut dalam keberhasilan Rusia maupun negara lain membuka jalur ekspor-impor bahan pangan dari Ukraina maupun Rusia, Prof Evi tetap memberikan apresiasi atas langkah Presiden Jokowi dalam misi perdamaian itu.
Komentar