Pergulatan Tokoh-Tokoh Kemerdekaan Serta Relevansinya untuk Indonesia Kini

Sependapat dengan pendapat tersebut, Dr. Herdi Sahrasad menyatakan bahwa persoalan yang ada saat ini adalah kemiskinan, ketertinggalan, dan kebodohan. “Terkait tiga hal tersebut, persoalan ada pada ketimpangan, baik pada sektor ekonomi maupun dalam hal penghayatan nilai. Dalam hal ekonomi, kekayaan hanya dikuasai oleh kelompok oligarki, sementara rakyat tetap miskin.” 

Sementara dalam hal nilai, menurut Herdi bangsa saat ini tengah mengalami krisis nilai dan moral. Salah satu di antaranya disebabkan oleh minimnya penghayatan terhadap sejarah dan maknanya yang pada akhirnya melahirkan demoralisasi dan dekadensi. Nilai seharusnya dapat ditumbuhkan melalui pendidikan, tetapi ia melihat bahwa nilai-nilai luhur dan penghayatan historis tidak sepenuhnya tersampaikan pada kelompok pemuda.

Masalah pendidikan juga menjadi perhatian Gratia Wing Artha, MA. Menurut sosiolog Unair tersebut, pendidikan saat ini hanya menekankan pada aspek hafalan dan tidak membangun nasionalisme. Selain itu, Gratia menyatakan keprihatinannya pada mahalnya biaya pendidikan. Semakin tinggi sekolah semakin mahal biaya pendidikan. Pendidikan saat ini seperti ladang bisnis dan mengabaikan tujuan utamanya dalam membangun nasionalisme. 

Menanggapi dan menyimpulkan uraian beberapa narasumber sebelumnya, Dr. Al Chaidar menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi oleh bangsa saat ini adalah krisis kepemimpinan, moral, dan elit. 

“Yang terjadi saat ini adalah kekacauan sistemik yang berasal dari penyelewengan kekuasaan oleh elit. Demokrasi telah disalahgunakan sehingga memberikan keuntungan bagi kelompok oligarki semata.” Dalam forum tersebut, Al Chaidar juga mengusulkan untuk mengganti sistem demokrasi menjadi nomokrasi.

Namun, menanggapi gagasan Al Chaidar, Pipip A. Rifai Hasan menyangsikan sistem nomokrasi. Menurutnya sistem penegakan hukum di Indonesia lemah, sehingga ia meragukan nomokrasi dapat menjadi solusi bagi persoalan yang ada saat ini. 

Pipip memberikan optimismenya “Dengan pengurangan atau penghapusan aturan electoral threshold, mengadakan calon presiden independen, atau terpilihnya presiden yang mempunyai komitmen terhadap undang-undang, dapat menjadi solusi.” Ucapnya.

Menambahkan pendapat di atas, Herdi Sahrasad lebih menekankan pada pemberdayaan civil society dengan cara membuka ruang diskusi publik secara luas. Sependapat dengan hal ini, Agus Tanzil melihat bahwa saat ini terjadi pelemahan sumber daya manusia, sehingga membuka ruang diskusi publik, terutama untuk menghidupkan kembali wacana sejarah bangsa, dapat menjadi satu solusi yang baik. 

Komentar