Reaksi Kementerian ESDM Terkait Impor Bijih Nikel oleh Pabrik Smelter Indonesia

JurnalPatroliNews – Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan tanggapan atas isu pabrik smelter di Indonesia yang masih mengimpor bijih nikel dari luar negeri, di tengah kebijakan larangan ekspor bijih nikel dan dorongan hilirisasi oleh pemerintah.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi, menyatakan bahwa pasokan bijih nikel dalam negeri sebenarnya sudah memadai untuk kebutuhan smelter yang ada.

Agus menjelaskan bahwa persoalan impor bijih nikel dari luar negeri sempat terjadi karena terhambatnya proses persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari perusahaan tambang.

“Jika proses evaluasi RKAB cepat dan semua persyaratan terpenuhi, pasokan dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan smelter,” ungkap Agus di Gedung Kementerian ESDM pada Jumat (4/10/2024).

Salah satu perusahaan yang mengaku terpaksa mengimpor bijih nikel adalah PT Kalimantan Ferro Industry (KFI), yang mengimpor bijih dari Filipina untuk memastikan keberlangsungan operasi smelter mereka di Kalimantan Timur.

Menurut Direktur Utama PT Nityasa Prima, Muhammad Ardhi Soemargo, pasokan bijih nikel dalam negeri terganggu karena beberapa tambang belum mendapatkan persetujuan RKAB.

Ardhi menjelaskan dalam pertemuan dengan Komisi VII DPR RI bahwa impor bijih nikel merupakan solusi sementara untuk mempertahankan operasi smelter, yang mempekerjakan sekitar 1.400 pekerja.

“Impor dari Filipina dilakukan hanya untuk menambah pasokan yang kurang, dengan jumlah sekitar 51 ribu ton dari satu kapal,” tambahnya.

Meskipun demikian, pemerintah dan pihak terkait terus berupaya untuk mempercepat proses persetujuan RKAB sehingga kebutuhan smelter dapat dipenuhi tanpa harus bergantung pada impor.

Komentar