“Karena kata ‘batu bara’ ada di sana, maka mereka akan melihat bahwa Anda melakukan pembiayaan yang bertentangan dengan pembiayaan hijau,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Sri Mulyani persoalan ini tengah dibahas oleh pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bagi Indonesia apa yang dilakukan konsisten dengan apa yang sudah disampaikan pada saat Indonesia menjadi tuan rumah Presidensi G20.
Indonesia pun didukung oleh banyak anggota G20 lainnya dan juga lembaga multilateral dan bilateral untuk mengumumkan Just Energy Transition Partnership (JETP), dan berhasil memperoleh komitmen US$ 20 miliar.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua DK OJK Mahendra Siregar menjelaskan, transisi energi secara bertahap dilakukan untuk memastikan bahwa stabilitas ekonomi dan sosial tidak terganggu.
Sebab, untuk mencapai tujuan ekonomi hijau, membutuhkan stabilitas politik, yang didukung oleh tatanan ekonomi dan sosial yang kuat.
Mahendra bilang, mulai ada pengabaian komitmen yang dibuat dalam pertemuan UNFCCC (Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim) oleh negara-negara maju, karena banyak di antara mereka yang justru meningkatkan eksplorasi dan penggunaan bahan bakar fosil.
Oleh karena itu, sebagai negara anggota ASEAN, penting untuk bisa menyesuaikan pembiayaan berkelanjutan, secara menyeluruh, dengan koordinasi yang kuat.
“Hal ini tidak hanya akan memastikan kesatuan tujuan di dalam ASEAN, tetapi juga akan meneruskan upaya kita di tingkat internasional di mana kita harus merasa percaya diri untuk mengembangkan standar dan sertifikasi kita sendiri untuk mendukung, antara lain, sistem perdagangan karbon kita, dan pada waktunya,” jelas Mahendra.
Komentar