Sri Mulyani Ungkap Perbedaan Data Transaksi Rp3,3 Dengan Rp35 T Versi Mahfud, Ini Penjelasannya!

JurnalPatroliNews – Jakarta – Beda data soal transaksi janggal di Kementrian Keuangan (KemenKeu) antara Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dengan Mahfud Md, Menko Polhukam, membuat keduanya dipanggil Komisi III DPR-RI.

Sri Mulyani, buka-bukaan ihwal perbedaan transaksi janggal di Kementerian Keuangan itu. Versinya dengan nilai Rp 3,3 trilyun, sementara versi Mahfud MD adalah Rp 35 trilyun.

Sri Mulyani, mengungkapkan, perbedaan itu terletak pada data transaksi mencurigakan yang murni terkait dengan pegawai Kementerian Keuangan saja. Sedangkan versi Mahfud MD, jelasnya, sebetulnya jumlah keseluruhan transaksi pegawai Kemenkeu, baik yang surat laporannya disampaikan PPATK ke Kemenkeu, ditambah Aparat Penegak Hukum (APH).

“Makanya kami tidak persentasi yang itu (ke APH), karena kami tidak menerima suratnya, kami hanya menerima nomor suratnya, jadi tidak ada bedanya sebetulnya,” jelas Sri Mulyani, saat Rapat Dengar Pendapat Umum, bersama Mahfud MD, dengan Komisi III, di Gedung Parlemen, Jakarta, dikutip Rabu (12/4/23).

Berdasarkan data, dari total transaksi mencurigakan senilai Rp 35 triliun, surat yang ditujukan PPATK ke Kemenkeu sebanyak 135 surat dengan nilai Rp 22 triliun, sedangkan yang ditujukan ke APH sebanyak 64 surat dengan nilai Rp 13 triliun, sehingga jika ditotal menjadi Rp 35 triliun.

Sri Mulyani membeberkan, dari total nilai transaksi mencurigakan yang Rp 22 triliun itu, sebetulnya yang murni merupakan transaksi mencurigakan oleh pegawai Kementerian Keuangan sebanyak Rp 3,3 triliun. Sisanya transaksi perusahaan atau korporasi, yang yang tidak terkait pegawai Kemenkeu Rp 18,7 triliun.

“Rp 18,7 yang ditengarai, tapi itu data koroprasi. Rp 3,3 triliun adalah akumulasi debit kredit dari pegawai Kemenkeu yang disebutkan PPATK, dari kurun waktu 2009-2023, 15 tahun, ini teramsuk keluargannya,” jelas Sri Mulyani.

Ia memaparkan, adapun pegawai Kemenkeu yang terkait dalam transaksi Rp 3,3 triliun selama 15 tahun itu sebanyak 348 orang, seluruhnya telah diberikan sanksi sesuai dengan tingkatan pelanggaran yang dilakukan. Yang ditetapkan mendapatkan hukuman disiplin dari total PNS itu sebanyak 164 orang.

164 pegawai yang terkena hukuman disiplin itu ada yang diberhentikan, yaitu sebanyak 37 pegawai, lalu yang terkena pembebasan jabatan sebanyak 20 pegawai, penurunan pangkat 64 pegawai, dan teguran sampai dengan penundaan kenaikan pangkat sebanyak 43 pegawai.

“Jadi kalau dikatakan tindak lanjut, kami menindaklanjuti data dan informasi PPATK,” lanjutnya.

Sementara itu, 184 pegawai prosesnya dilanjutkan, ada yang sampai ke pengadilan atau ditindak oleh aparat penegak hukum, dan ada yang masih di proses oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan. Yang telah divonis pengadilan, sebanyak 13 pegawai.

Lalu ada yang masuk ke tahap proses audit investigasi atau klarifikasi sebanyak 41 pegawai, terkait clearance untuk promosi atau mutasi jabatan sebanyak 12 pegawai, serta pegawai yang bersangkutan pensiun atau mengundurkan diri sebanyak 13 pegawai.

Ada juga yang belum ditemukan indikasi pelanggaran, namun data dari laporan PPATK itu digunakan sebagai profil pegawai sebanyak 79 orang, kemudian ada yang pegawainya disebut dalam beberapa surat PPATK sehingga datanya menjadi ganda sebanyak 26 pegawai, dan yang akhirnya ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum sebanyak 9 surat atau kasus.

“Jadi untuk seperti ini kami mengkategorikan sudah ada tindak lanjut karena suratnya itu, data dan informasinya kita tindak lanjuti,” pungkasnya.

Komentar