Kita kembali ke soal utama. Lempar batu sembunyi tangan, menuduh pihak lain sebagai perusak demokrasi dan konstitusi padahal dirinya sendirilah pelaku utamanya. Konspirasi busuk yang terindikasi dalam keterangan pers Ketua KPK Setyo Budiyanto perihal ditersangkakannya Hasto Kristiyanto.
Ini contoh sempurna di panggung hipokrisi tanpa basa-basi. Kelakuan seperti inilah yang telah merusak makna politik yang sejatinya suci. Politik itu suci, seperti diungkap politisi PDIP Sabam Sirait (Almarhum). Ya suci, karena politik sejatinya adalah segala urusan dalam kehidupan bersama untuk mencapai kesejahteraan (bonum commune). Memanusiakan manusia dalam kehidupan sosial.
Hanya saja para politisi yang perilakunya kerap menyimpang. Misalnya, dari keterangan pers Ketua KPK kemarin, kita jadi bertanya kenapa HP Harun Masiku mesti direndam air?
Dari penelusuran pemberitaan di tahun 2020 (sekitar lima tahun yang lalu) bisa didapat cerita seperti ini. Dua orang misterius menyuruh Harun Masiku merendam HP-nya di air (dari pengakuan satpam kantor DPP PDI Perjuangan Nurhasan saat bersaksi dalam persidangan kasus Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui konferensi video di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 11 Juni 2020).
Ini jadi seperti cerita misteri di novel fiksi karangan Dan Brown, ‘The Da Vinci Code’, dimana banyak kode rahasia yang mesti dipecahkan oleh Prof. Robert Langdon. Makin lama malah makin ribet lantaran kode yang satu dengan lainnya bisa saling menjebak untuk menyesatkan. Ditambah lagi konspirasinya semakin mengooptasi kesana-kemari, bau anyir uang haram yang berkeliaran semakin menyengat.
Dalam kesaksiannya satpam kantor DPP PDIP Nurhasan mengaku didatangi oleh dua pria tegap tak dikenal pada 8 Januari 2020. Sesaat setelah ia pulang dari persiapan Kongres PDIP di Kemayoran. Waktu itu ia baru saja mengambil wudu, lalu mengisi betere HPnya di pos keamanan. Kedua pria tegap itu katanya mencari Harun Masiku.
Paralel waktunya, KPK baru saja menangkap Wahyu Setiawan di Bandara Soekarno-Hatta dan saat itu juga sedang memburu Harun Masiku.
Singkat cerita, kedua pria tegap itu memasukkan nomor Harun Masiku ke HP Xiaomi milik Nurhasan, lalu mendikte satpam Nurhasan untuk bicara dengan Harun Masiku via HP itu. Salah satu diktenya adalah soal perintah merendam HPnya di air. Kemudian melalui pembicaraan via HP itu Nurhasan dan Harun Masiku janjian untuk ketemuan di Jalan Cut Mutia, Jakarta Pusat (tidak jauh dari kantor PDIP di kawasan Menteng juga).
Satpam Nurhasan naik sepeda motor diikuti oleh dua pria tegap tadi, juga dengan sepeda motor. Sesampainya di TKP (Jl Cut Mutia) tak jauh dari Hotel Sofyan, satpam Nurhasan pun menghampiri Harun Masiku yang ada di sebuah mobil. Kemudian Harun Masiku memberi sebuah tas laptop yang kemudian oleh Nurhasan diserahkan kepada dua pria tegap misterius itu.
Tambah misterius kasusnya. Ternyata kedua pria tegap misterius itu tahu nomor HP Harun Masiku. Mereka pun sudah ikut bertemu dengan Harun Masiku di kawasan Cut Mutia, Menteng (dekat Hotel Sofyan). Lokasinya pun tak terlalu jauh dari kantor pusat PDIP. Tapi malah menyuruh satpam Nurhasan yang menghampiri dan menerima tas laptop. Apa ya maksudnya? Dan apa pula isinya?
Yang jelas sekarang ada tas laptop pula (walau entah isinya apa?). Dan tas itu sudah ada di tangan dua pria misterius. Setelah “upacara” serah terima tas laptop (yang entah isinya apa) itu akhirnya semua bubar jalan. Masing-masing entah kemana, kecuali satpam Nurhasan yang katanya kembali ke kantor DPP PDIP.
Memang ini cerita misteri politik dari suatu permainan politik yang misterius. Sekarang sejak Konpers Ketua KPK Setyo Budiyanto kemarin itu mulai disidik kembali.
Misteri pertama mulai dari kenapa Harun Masiku mesti didorong-dorong untuk jadi anggota DPR-RI dengan menyabot jatah orang lain yang berhak? Itu tidak pernah terjawab, selain kata-kata “itu urusan internal partai”.
Komentar