Oleh: Eko Ismadi
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia, khususnya di Jawa Tengah, tentu sangat mengenal Sritex, perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang berpusat di Sukoharjo, Surakarta. Namun, pada 21 Oktober 2024, Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang karena kelalaian dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi pada 25 Januari 2022. (Radar Jogja, Jumat, 24 Oktober 2024: “Sritex Dinyatakan Pailit”).
Hingga saat ini, proses peradilan terkait permasalahan Sritex masih berlangsung. Berbagai upaya hukum terus dilakukan untuk memperoleh keadilan. Sejumlah media massa tidak hanya memberitakan kewajiban Sritex kepada debitur, tetapi juga permasalahan karyawan di Bitratex, salah satu anak perusahaan Sritex Group yang berlokasi di Jalan Majapahit, Kota Semarang.
Pengertian Kebohongan dan Pembohongan Publik
Menurut Kamus Hukum Pidana Indonesia (Universitas Medan Area, 18 Agustus 2021), pembohongan publik adalah “setiap orang yang dengan sengaja membuat informasi publik yang tidak benar atau menyesatkan dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dapat dipidana.”
Sementara itu, menurut Kamus Merriam-Webster, kebohongan (lie) diartikan sebagai tindakan memberikan pernyataan tidak benar dengan maksud menipu atau menciptakan kesan yang salah.
Indikasi Kebohongan Publik dalam Kasus Bitratex
Kronologi Kejadian
Setelah Sritex dinyatakan pailit, salah satu anak perusahaannya, Bitratex, terkena dampaknya. Beberapa waktu kemudian, muncul gerakan dari karyawan Bitratex yang dimotori oleh Pimpinan Perusahaan, Bapak Taufik, HRD Ibu Sasi, Ketua KSPN Bitratex, serta seseorang yang mengaku sebagai penasihat hukum karyawan, Bapak Nanang (juga seorang karyawan Bitratex).
Gerakan ini diawali dengan sosialisasi kepada karyawan melalui undangan dari HRD untuk berkumpul pada 2-5 November 2025. Dalam pertemuan ini, dilakukan pengumpulan tanda tangan karyawan untuk mengajukan PHK dan menagih utang Sritex kepada karyawan. Namun, sosialisasi ini tidak langsung mendapatkan hasil karena banyak karyawan yang skeptis dan memilih pulang tanpa menandatangani dokumen tersebut.
Komentar