Peci Sakti, Jimat Bung Karno

Kata peci konon diserap dari bahasa belanda petje (topi kecil). Menurut sumber lain kata peci itu diserap dari bahasa Tionghoa; PE= delapan – CHI = energi sehingga arti peci itu bisa diartikan sebagai penutup kepala yang bisa memancarkan energinya ke delapan penjuru angin.

Ada juga yang menyebut songkok yang berarti ko-Song dari mangKok. Artinya, kepala itu seperti juga mangkok kosong. Harus diisi dengan Ilmu dan Berkah.

Sedangkan nama kopiah yang diadopsi dari bahasa arab kufiya. konon Sunan Kalijaga memberikan topi mahkota (kuluk = bahasa jawa) untuk sultan fatah dengan bentuk yang sederhana seperti kupiah. Hal itu agar sesuai dengan ajaran Islam yang egaliter. Dimana Raja dan Rakyat sama kedudukannya dihadapan Allah Swt. Hanya ketakwaan saja yang membedakannya.

Hal ini pulalah yang ingin ditampilkan oleh Bung Karno, bahwa tidak ada perbedaan antara pemimpin dari Rakyat ! Tidak bisa dipungkiri yang memperkenalkan dan mempromosikan peci sehingga menjadi ikon Indonesia ke seluruh dunia adalah Presiden RI pertama Soekarno.

Mao Zedong maupun Fidel Castro juga sering pakai topi, tapi masih sering dilepas. Beda dengan Soekarno kapan saja dan dimana saja beliau selalu pakai Peci. Maka dari itu hampir tidak ada satupun foto Soekarno setelah jadi Presiden tanpa peci!

Peci itu sudah merekat menjadi satu dengan penampilan beliau sama seperti juga Kumis dari Charlie Chaplin. Bahkan bagi Soekarno, peci ini juga melambangkan Kekuasaan beliau. Konon di peci sakti inilah terletak jimat nya beliau! Sehingga Soeharto memerintahkan khusus kepada beliau setelah ia menjadi tahanan untuk tidak boleh mengenakan peci lagi !

Renungkanlah dengan nalar sehat, kenapa Soeharto harus melarang beliau pakai peci? Jika tidak percaya lihatlah perbedaannya foto beliau tanpa Peci ketika jadi tahanan. Dan saat sebelumnya; ketika beliau masih pakai peci dalam usia yang sama. Tanpa peci seakan-akan sirna hilang seluruh Kekuasaan, kharisma maupun kewibawaannya beliau, seperti juga raga yang ditinggal oleh nyawanya.

Masyarakat baru bisa melihat wajah asli beliau tanpa peci, menjelang akhir hayatnya. Pada saat beliau harus tampil di rapat Jong Java pada bulan Juni 1921. Beliau mendeklarasikan peci sebagai “ciri khas saya dan lambang nasionalisme kami” dalam pledoinya Indonesia Menggugat di Pengadilan Landraat Bandoeng, 18 Agustus 1930.

Jadi jelas peci itu bukanlah milik ras ataupun agama tertentu, melainkan milik ciri Nasional bangsa Indonesia. Kebalikannya pejabat mana yang sering pakai peci? Terkecuali Gubenur Jabar Ridwan Kamil yang sering juga mendapatkan julukan sebagai Soekarno Kecil. Gus Dur mantan Presiden RI 3 sering pakai peci!.

Maka tidaklah heran, pada hari Lahir ke-9 Wahid Insitut pada Hari Kamis (26/9/2013) di akhir acara ibu Sinta Nuriyah menyematkan hadiah peci kepada pak Jowowi. Sebagai amanat untuk melanjutkan misi dari Gus Dur yang selalu mewakili rakyat kecil. Aneh bin nyata enam bulan kemudian pak Jokowi mencalonkan diri untuk menjadi capres. Apakah ini kebenaran?

Soekarno mencanangkan peci sebagai lambang Nasional. Peci berlaku bagi suku manapun, bangsa apapun, agama apapun dan dimana pun ! Mohon dikoreksi apabila pandangan saya ini salah. Maturnuwun sanget berkah dalem.

Mang Ucup

Menetap di Amsterdam, Belanda

Komentar