Ketua Dekranasda Bali Jadi Narasumber Pada Acara ‘Apa Kabar UMKM Bali’

Ancaman itu sangat masuk akal karena kain bordir motif songket berkualitas makin baik dijual dengan harga jauh lebih murah dari songket asli. Yang dikhawatirkan, konsumen akan lebih memilih kain bordir motif songket sehingga kain tenun asli tidak laku, penenun jadi tidak sejahtera dan mereka berhenti menenun. “Jika ini terjadi, tak akan ada lagi regenerasi kegiatan menenun,” ungkapnya.

Sebelum terlambat, Ny. Putri Koster ingin menumbuhkan kesadaran bersama tentang pentingnya pelestarian budaya. “Yang penting untuk dilestarikan bukan hanya alam, namun juga warisan budaya berupa kain tenun tradisional,” ujarnya.

Untuk menumbuhkan kesadaran dalam pelestarian kain tenun tradisional, utamanya songket, ia gencar melakukan edukasi dari hulu ke hilir. Di hulu, Dekranasda Bali mendorong adanya perlindungan hak kekayaan terhadap kain songket. Difasilitasi oleh Disperindag Bali dan mendapat dukungan penuh dari Gubernur Wayan Koster, kain songket Bali telah memiliki surat pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).

Menurutnya, pencatatan KIK ini akan menjadi landasan dalam melakukan sosialisasi dan edukasi. Kalau sebelumnya, ia hanya menghimbau dan mengajak semua pihak berperan aktif dalam upaya pelestarian. “Dengan adanya hak kekayaan komunal, ini menjadi landasan yang kuat untuk melakukan edukasi. Sebelumnya kan ibu hanya bisa bilang, jangan gini dong,” imbuhnya.

Selain memudahkan dalam melakukan edukasi, KIK yang dikantongi kain songket akan mempersempit ruang gerak pihak-pihak yang melakukan tindakan mengancam pelestarian songket. “Setidaknya mereka akan lebih berhati-hati, tak bebas seperti sebelumnya dalam memperlakukan motif kain ini,” cetusnya.

Komentar