Sepinya Pantai Kuta di Tengah Pembukaan Kembali Bali

JurnalPatroliNews – Badung – Hangatnya sinar matahari, angin yang bertiup sepoi-sepoi, dan suara deburan ombak, memang selalu membuat wisatawan terpesona akan suasana Pantai Kuta, Bali.

Namun, pantai berpasir putih yang menjadi saksi bisu perkembangan wisata di Pulau Bali itu kini masih terlihat sepi dari wisatawan, terutama mancanegara, meski gerbang pariwisata Bali sudah dibuka lagi pada 14 Oktober 2021.

Daris, pemuda berusia 25 tahun yang berprofesi sebagai penyewa papan surfing di Pantai Kuta, mengatakan kalau lapaknya sudah dibuka lagi sejak 3 September 2021. Namun hanya satu atau dua wisatawan lokal yang menyewa.

“Baru lokal saja, saat ini bule juga jarang. Sampai sekarang masih sepi,” kata Daris, yang sudah tiga tahun bekerja sebagai penyewa papan surfing, saat ditemui di Pantai Kuta, Minggu (31/10).

Pria asal Jember, Jawa Timur ini, mengaku bila sebelum pandemi wisatawan mancanegara yang menyewa papan surfing di lapaknya kadang bisa sampai lima turis, dengan tarif sewa per satu jamnya ia patok Rp 50 ribu.

Kadang ada turis asing yang menyewa papan surfing sekaligus meminta diajarkan berselancar. Untuk layanan ini, dirinya mematok harga Rp 150 hingga Rp 250 ribu.

Saat sebelum pandemi, ia mengatakan dalam satu hari bisa mengantongi cuan Rp500 ribu hingga Rp1 juta.

“Sama dapat tip, kalau bule memang lebih sering ngasih tip,” imbuhnya.

Kendati kunjungan wisatawan mancanegara di Pantai Kuta masih sepi, dirinya tetap bertahan karena tak ada pekerjaan lain.

Untuk kebutuhan sehari-harinya dia mengandalkan uang tabungan yang kini kian menipis.

“Makan seadanya, ngandalin tabungan dan tabungan sudah menipis,” ungkapnya sambil tertawa, seakan-akan menertawakan penderitaannya karena sepinya tamu.

Ia berharap, ke depannya kondisi di Pantai Kuta kembali seperti sediakala dan banyak turis yang tiba ke Bali, terutama seperti sebelum aturan perjalanan dirasa sangat sulit seperti sekarang ini.

“Iya, semoga peraturan masuk di Jawa dan Bali tidak susah, agar banyak wisatawan datang ke Bali,” ujarnya.

Sepinya wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, juga terlihat di Gang Poppies Lane, yang berada di seberang Pantai Kuta.

Kawasan gang kecil, yang terkenal sebagai destinasi wisatawan backpacker ini, sebelum pandemi terlihat sangat ramai oleh keberadaan hostel, restoran, sampai toko oleh-oleh.

Setelah gerbang pariwisata Bali dibuka lagi untuk wisatawan mancanegara pada 14 Oktober 2020, masih banyak tempat usaha yang tutup.

Hanya ada satu atau dua toko oleh-oleh yang buka. Sisanya terbengkalai seperti saat pandemi mulai melanda dunia dan Indonesia pada tahun lalu.

Salah satunya yang buka ialah toko oleh-oleh milik Wayan Artini.

Perempuan berusia 53 tahun warga asli Legian ini mengaku sudah sepekan membuka tokonya, kendati lapaknya ada di dekat hotel yang cukup ternama, tapi tetap tak ada wisatawan yang mampir.

“Saya baru ada seminggu buka. Iya pernah tutup karena sepi. Selama pandemi, pernah berapa kali buka karena saya merasa bosan di rumah, tapi tidak pernah dapat pembeli,” kata Artini.

“Sudah puluhan tahun buka toko di sini, biasanya toko yang dekat hotel ramai pengunjung, tapi sekarang tidak,” lanjutnya.

Ia menceritakan, saat normal atau sebelum pandemi, dalam sehari ia bisa bisa menjajakan pernak-pernik atau baju dengan keuntungan sekitar Rp1 juta per hari. Namun, setelah pandemi menghantam ia hanya mendapat keuntungan Rp100 ribu.

“Dulu paling ramai turis Australia,” ujarnya.

Ia juga berharap, wisatawan kembali banyak datang ke Bali terutama wisatawan mancanegara, sehingga penjualannya kembali ramai.

“Walau penerbangan untuk turis asing sudah dibuka lagi, tapi aturannya masih ribet. Untuk berbelanja mereka pasti mikir dua kali karena sudah keluar banyak uang untuk karantina,” pungkasnya.

(*/TiR)

Komentar