Ilham Permana Dorong RUU Kawasan Industri Sebagai Langkah Strategis Majukan Ekosistem Industri Nasional

JurnalPatroliNewsJakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Ilham Permana, mendorong segera disusunnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kawasan Industri sebagai kerangka hukum khusus yang mampu menyatukan aspek hukum, ekonomi, sosial, dan lingkungan secara terintegrasi dan berkeadilan.

Menurut Ilham, ketiadaan undang-undang spesifik yang mengatur pengelolaan kawasan industri telah menimbulkan berbagai persoalan, mulai dari tumpang tindih aturan hingga lemahnya koordinasi lintas sektor.

“Hingga saat ini, pengaturan kawasan industri masih tersebar di berbagai peraturan yang berdiri sendiri dan belum saling terhubung. Kita membutuhkan satu undang-undang payung yang holistik dan berkelanjutan,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Sabtu (5/7).

Distribusi Industri Masih Belum Merata

Berdasarkan data hingga Mei 2023, tercatat 136 kawasan industri resmi yang mengantongi Izin Usaha Kawasan Industri (IUKI) di Indonesia, mencakup lahan seluas 71 ribu hektare lebih. Namun lebih dari 60 persen kawasan tersebut masih terpusat di Pulau Jawa, mencerminkan belum meratanya pembangunan industri nasional.

Sayangnya, pengembangan kawasan-kawasan ini belum memiliki satu aturan hukum khusus yang mengikat. Sejauh ini, regulasinya tersebar di UU Perindustrian, UU Penataan Ruang, dan UU Cipta Kerja beserta peraturan turunannya.

“Dampak dari ketidakhadiran UU khusus ini adalah koordinasi yang lemah antara pusat dan daerah, serta belum adanya standar nasional dalam pengelolaan kawasan industri,” jelas Ilham.

Pentingnya Jaminan Hukum dan Perlindungan Sosial

Ilham menegaskan, keberadaan RUU Kawasan Industri nantinya bukan hanya untuk memberikan kepastian bagi investor, namun juga untuk melindungi hak-hak masyarakat terdampak serta menjaga keseimbangan ekologis.

“Kita tak bisa melihat kawasan industri hanya dari aspek bisnis. Ada petani, masyarakat adat, nelayan, dan lingkungan hidup yang juga harus dijaga,” tegasnya.

Ia menambahkan, UU ini penting untuk mendorong transformasi industri hijau, sekaligus membuka ruang partisipasi bagi pelaku UMKM dan wilayah luar Jawa yang selama ini tertinggal dalam arus industrialisasi.

Aspek Lingkungan dan Teknologi Harus Jadi Prioritas

RUU ini, lanjut Ilham, perlu memuat ketentuan yang mewajibkan audit lingkungan secara berkala, zonasi kawasan industri berdasarkan tingkat kerentanan ekologis, serta dorongan terhadap penggunaan teknologi ramah lingkungan.

Ia juga menekankan perlunya pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan dokumen AMDAL, pengawasan operasional, dan pengelolaan dana CSR agar potensi konflik sosial dapat ditekan sejak awal.

“Banyak konflik muncul karena masyarakat hanya dijadikan penonton. Ke depan, partisipasi publik harus dijamin sejak tahap perencanaan,” ujarnya.

Dorongan Tata Kelola Profesional dan Terbuka

Dalam hal manajemen, Ilham menyarankan adanya pengelolaan kawasan industri yang berbasis kinerja, bukan semata penyewaan lahan seperti properti biasa. Ia juga mendorong pembentukan lembaga pengelola yang profesional dan akuntabel.

“Pembagian wewenang antara pusat dan daerah harus jelas. Kita butuh model kelembagaan yang efisien dan transparan,” ujarnya.

Indonesia, menurutnya, bisa belajar dari negara-negara seperti China, Malaysia, dan Vietnam yang telah lebih dulu memiliki UU khusus kawasan industri dan berhasil mengintegrasikannya ke dalam visi pembangunan nasional.

Masuk Prolegnas 2025 Jadi Target

Sebagai penutup, Ilham meminta agar RUU Kawasan Industri dapat segera dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 atau paling lambat dalam Prolegnas jangka menengah 2025–2029. Ia juga menyerukan kerja kolaboratif antara DPR, Kementerian Perindustrian, KLHK, Bappenas, serta seluruh pemangku kepentingan.

“UU ini sangat penting untuk mewujudkan industri yang inklusif, hijau, dan merata sesuai dengan arah kebijakan pemerintah Prabowo–Gibran dalam Asta Cita,” tandasnya.

Komentar