JurnalPatroliNews – Jakarta – Perdebatan mengenai penerapan Asas Dominus Litis dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) semakin memanas.
Isu ini menjadi topik utama dalam diskusi akademik yang diadakan oleh berbagai elemen mahasiswa di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, pada Jumat, 31 Januari 2025.
Dalam sistem hukum Indonesia, asas Dominus Litis memberikan kewenangan penuh kepada jaksa dalam proses penuntutan perkara pidana. Namun, hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kewenangan, terutama jika digunakan untuk kepentingan politik.
Kekhawatiran Penyalahgunaan Kewenangan
Pakar Hukum Tata Negara, Fachri Bachmid, menegaskan perlunya pengawasan ketat agar dominasi jaksa dalam proses hukum tetap objektif dan tidak terpengaruh kepentingan politik tertentu.
“Kewenangan ini berisiko disalahgunakan, terutama dalam kasus yang berkaitan dengan kepentingan elite,” ujar Fachri.
Ia menekankan pentingnya reformasi hukum yang mencakup mekanisme judicial review dan peningkatan akuntabilitas agar sistem peradilan tetap menjunjung tinggi prinsip keadilan.
Penolakan dan Petisi Publik
Penolakan terhadap penerapan asas ini juga semakin menguat, dibuktikan dengan munculnya petisi yang telah ditandatangani oleh lebih dari 37 ribu orang.
Menurut para penandatangan petisi, konsep Dominus Litis yang diterapkan di beberapa negara lain tidak selaras dengan sistem peradilan pidana di Indonesia karena adanya perbedaan mendasar dalam sistem hukum yang dianut.
Akademisi UIN Jakarta, Alfitra, bahkan menilai bahwa penerapan asas ini sangat berbahaya karena membuka celah bagi intervensi kepentingan dalam proses penegakan hukum.
“Jika diterapkan, jaksa akan memiliki kewenangan yang sangat besar, yang rentan terhadap tekanan dan intervensi pihak tertentu,” ungkapnya.
Komentar