Menurut Rudy Hartono, berdasarkan fakta yuridis dan sosiologis inilah yang dapat dijadikan landasan dalam pengaturan batas maksimal usia capres/cawapres dalam perspektif penguatan sekaligus pengukuhan sistem presidensial di Indonesia.
“Harus dibaca dalam perspektif pengejewantahan frasa ‘mampu jasmani dan rohani’ yang dimaksudkan untuk penguatan sistem presidensial dalam desain negara kesatuan,” tegasnya.
Rudy Hartono juga membandingkan dengan usia hakim agung/hakim konstitusi yang pensiun di usia 70 tahun.
“Apabila kemudian membandingkan beban kerja Presiden/Wakil Presiden dan hakim agung, maka beban kerja jabatan presiden dalam sistem presidensial di negara kesatuan tentu jauh lebih kompleks dibanding jabatan hakim agung MA maupun jabatan hakim MK,” ujar Rudy Hartono.
Pada sisi yang lain, kata Rudy Hartono, pelbagai pengaturan pembatasan masa pensiun hakim agung MA, hakim MK serta PNS dengan jabatan fungsional didasari pada produktivitas kerja pemegang jabatan tersebut.
“Bahwa ketentuan a quo diskriminatif dengan memberikan batas usia minimum dan tidak mengatur batas usia maksimum meskipun karakteristik rekrutmen jabatan presiden dan wakil presiden berbeda dengan jabatan lainnya sebagaimana disebutkan di atas, karena melalui prosedur political elected melalui pemilihan umum (Pemilu), bukan berarti meniadakan prinsip umum dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik, seperti soal kecakapan dalam bertindak (principle of carefulness) yang berkorelasi kuat dengan soal usia produktif pemegang jabatan,” tegas Rudy Hartono.
Komentar