Revisi UU Mahkamah Konstitusi: Bentuk Penyanderaan Hakim Konstitusi?

Kemudian catatan substansial lainnya dari usulan revisi UU MK yaitu masa jabatan hakim MK (10 tahun), yang setiap 5 tahun dievaluasi oleh lembaga pengusul.

“Dari yang bisa diamati dari usulan revisi UU MK adalah terjadinya politisasi yudisial dengan cara cherry picking judicial activism dan terkesan intolerable injustice pada Putusan 90, dan berdalih putusan MK final serta mengikat, sehingga tidak bisa dilakukan upaya hukum apapun meskipun MKMK telah memutus adanya conflict of interest” tutur Mahaarun.  

Narasumber lainnya Prof. Fitra Arsil dari Universitas Indonesia menyatakan bahwa legislasi parlemen saat ini sedang tertekan dengan berbagai cabang kekuasaan lain yang juga concern terhadap legislasi, misalnya eksekutif via presiden legislative power.

“Kekuasan presiden yang cenderung campur tangan membentuk legislasi yang bisa mengabaikan parlemen, contoh kasus yang banyak terjadi seperti di Amerika Latin soal presiden legislative power cenderung ingin membuat legislasi dan mengabaikan parlemen.” 

Dalam pandangan Fitra, ironi ini terjadi di Latin Amerika yang ternyata direstui oleh parlemen mirip legislasi parlementer, di mana keinginan Perdana Menteri yang ingin melakukan legislasi cenderung akan lolos di parlemen. Anehnya, hal itu juga terjadi di sistem presidensial, dengan oversize coalition, terjadi parlemen menyerahkan kekuasaan legislasinya ke presiden. Di sisi lain, ternyata juga ada kekuasaan kehakiman yang membentuk public policy. Judicial modern juga ternyata melakukan aktivitas tersebut. 

“Pembedanya meski mereka semua melakukan legislasi, tapi ketika berbicara kekuasaan legislasi yang dilakukan oleh parlemen, dia punya fungsi representasi yang membedakan dengan lembaga lainnya” tutur Fitra.

MK bisa membuat keputusan yang mengikat semua warga negara, tapi dia tidak punya fungsi representasi. MK tidak perlu mendengar aspirasi masyarakat terlebih dulu, karena MK hanya bicara soal kebenaran hukum

“Karenanya, semua keputusannya harus berdasarkan gagasan akseptabilitas. Penerimaan publik. Dia juga satu-satunya yang punya meaningfull participation. Punya daerah pemilihan, sedang hakim tidak punya daerah pemilihan, begitu juga eksekutif,” tegasnya.

Komentar