Di Pengadilan Militer: Kolonel Priyanto Bela Diri Lagi Tepis Bunuh Salsa dan Handi

JurnalPatroliNews – Jakarta – Kolonel Inf Priyanto kembali membela diri demi tidak mendapatkan hukuman penjara seumur hidup. Dalam pembelaannya kali ini, Priyanto menepis dakwaan dan tuntutan jaksa perihal pembunuhan Handi dan Salsa.

Bantahan itu disampaikan pengacara Priyanto, Lettu Chk Feri Arsandi, dalam duplik. Duplik dibacakan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta Timur, Selasa (24/5/2022).

“Bahwa terdakwa sama sekali tidak mengetahui adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas antara mobil Isuzu Panther hitam yang dikemudikan oleh saksi dua dengan sepeda motor Suzuki Satria warna hitam yang dikendarai oleh Handi Saputra,” kata Feri Arsandi.

“Pada saat kejadian, terdakwa sedang tidur. Terdakwa baru terbangun setelah terjadinya kecelakaan,” sambungnya.

Feri menilai Priyanto tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas meninggalnya Handi dan Salsa akibat kecelakaan lalu lintas. Sebab, Priyanto hanyalah penumpang dan sedang tertidur saat kecelakaan terjadi.

“Oleh karena terdakwa sedang tertidur dan mobil Isuzu Panther hitam yang dikemudikan saksi 2, maka secara hukum terdakwa yang pada saat kejadian hanyalah penumpang mobil, tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas meninggalnya Handi Saputra dan Salsabila yang meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas,” jelas Feri.

Ragukan Visum Dokter

Priyanto juga meragukan hasil visum kematian Handi. Priyanto menyebut hasil visum tidak menjelaskan pasti tentang penyebab meninggalnya Handi.

“Keterangan saksi 22 yang berbeda antara di dalam tuntutan dan dalam replik, maka timbul pertanyaan mengenai hasil temuan visum yang menerangkan tampak sedikit pasir halus menempel di dinding rongga tenggorokan,” tutur Feri.

“Apakah pasir halus tersebut masuk ke rongga saat korban tertabrak mobil yang dikemudikan saksi 2 sehingga korban jatuh ke jalan dan menghirup debu dan pasir halus di jalan karena memang terlihat saat olah TKP kondisi jalan raya tempat terjadinya laka lalin ada debu dan pasir halus,” sambungnya.

Feri juga menilai oditur tidak bisa menyimpulkan waktu kematian jenazah Handi. Pihak Priyanto juga menyoroti beda kesimpulan oditur pada tuntutan dan replik.

“Dalam tuntutannya, yaitu dalam keterangan saksi 22 dari Muhammad Zaenuri Syamsu Hidayat, disebutkan bahwa yang berkaitan dengan waktu kematian sulit ditentukan karena telah mengalami pembusukan lanjut,” jelas Feri.

“Sementara replik oditur militer dikatakan bahwa kematian karena tenggelam dalam keadaan tidak sadar. Dari perbedaan keterangan ini mengenai penentuan kematian korban atas nama Handi Saputra dapat disimpulkan terdapat keragu-raguan atau tidak konsisten saksi 22,” lanjut Feri.

Komentar