DPR Minta Pemerintah Usut Pemberi Izin Tambang Nikel di Raja Ampat, Diduga Langgar UU

JurnalPatroliNews – Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan, menyerukan kepada pemerintah agar segera melakukan penyelidikan terhadap oknum atau instansi yang menerbitkan izin tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Ia menilai pemberian izin tersebut melanggar aturan hukum dan mengancam kelestarian lingkungan serta kehidupan masyarakat adat.

“Pemberian izin pertambangan di kawasan pulau-pulau kecil yang dilindungi oleh undang-undang jelas merupakan pelanggaran terbuka terhadap UU No. 1 Tahun 2014. Ini bukan hanya soal perusahaan tambangnya, tapi juga siapa yang memberi lampu hijau pada izin tersebut,” tegas Daniel, Senin (9/6).

Menurutnya, perlu tindakan tegas berupa pencabutan permanen seluruh izin pertambangan di kawasan Raja Ampat. Daniel menyebut dampak dari aktivitas pertambangan jauh lebih besar dibanding potensi ekonomi yang diperoleh.

“Tak peduli sebesar apapun pemasukan dari hasil tambang, kerusakan ekosistem yang ditinggalkan bersifat permanen dan tak tergantikan. Ini bentuk pengabaian nyata terhadap kelangsungan hidup masyarakat dan alam,” ujarnya.

Daniel juga menyoroti pentingnya Raja Ampat sebagai rumah bagi flora dan fauna endemik, salah satunya burung cenderawasih botak yang memiliki nilai budaya dan ekologis tinggi. Menurutnya, masyarakat lokal bukan hanya penjaga lingkungan, tapi juga penggerak utama ekowisata yang telah menopang ekonomi daerah selama ini.

“Alam Raja Ampat bukan hanya harus dijaga demi konservasi, tetapi karena ia menjadi sumber hidup warga. Pari manta, terumbu karang, dan burung cenderawasih adalah bagian dari ekonomi rakyat, bukan sekadar aset pariwisata,” tegas Daniel.

Ia juga mengkritik penggunaan dalih hilirisasi oleh pihak-pihak tertentu untuk membenarkan eksploitasi alam yang merugikan komunitas lokal. “Istilah hilirisasi seharusnya tidak dijadikan tameng untuk melegalkan perusakan lingkungan. Kalau mengorbankan ekosistem dan budaya masyarakat, itu bukan kemajuan, tapi kemunduran,” tambahnya.

Menanggapi polemik ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa izin usaha produksi untuk tambang nikel PT GAG Nikel telah diberikan sejak tahun 2017. Operasional perusahaan dimulai pada 2018, saat dirinya belum menjabat sebagai menteri.

“Saya belum pernah ke Pulau GAG. Yang jelas, IUP produksinya terbit tahun 2017. Saat itu saya masih menjabat sebagai Ketua Umum HIPMI,” ungkap Bahlil dalam sesi bincang bersama media di Kantor ESDM, Kamis (5/6).

Isu pertambangan di pulau-pulau kecil seperti GAG Island menjadi sorotan luas karena potensinya merusak salah satu ekosistem laut paling berharga di dunia. Kini, desakan untuk menyelidiki dan mencabut izin yang bermasalah terus bergulir di tengah publik dan parlemen.

Komentar