JurnalPatroliNews – Jakarta – Pemerintah Iran melontarkan kecaman keras terhadap serangan udara Amerika Serikat yang menghantam tiga situs nuklir strategis di Fordo, Natanz, dan Isfahan pada Minggu dini hari, 22 Juni 2025 waktu setempat.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut aksi militer itu sebagai bentuk agresi terbuka dan pelanggaran serius terhadap hukum internasional. Dalam pernyataan resminya, ia menegaskan bahwa tindakan Washington tersebut tidak akan dibiarkan tanpa konsekuensi.
“Serangan ini sangat keterlaluan dan akan meninggalkan dampak jangka panjang. Tindakan Amerika di Fordo, Natanz, dan Isfahan bukan hanya ilegal, tapi juga kejahatan internasional,” tulis Araghchi melalui akun X-nya, dikutip dari Politico.
Pemerintah Iran menegaskan haknya untuk melakukan pembelaan diri, menyebut serangan tersebut sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan nasional dan integritas wilayahnya.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump menyampaikan bahwa serangan terhadap fasilitas nuklir Iran merupakan langkah militer yang sangat berhasil. Dalam pernyataan pada Sabtu malam, 21 Juni, ia mengultimatum Iran agar memilih jalan damai atau bersiap menghadapi gelombang serangan lanjutan.
Dukungan terhadap langkah Trump datang dari Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang menyebut keputusan tersebut sebagai “tindakan heroik yang akan tercatat dalam sejarah.”
Namun, tidak semua sekutu AS menyambut hangat operasi ini. Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, menyerukan seluruh pihak agar menahan diri dan kembali ke meja perundingan.
“De-eskalasi harus segera dilakukan. Iran perlu diajak kembali ke jalur diplomatik demi mencegah ancaman lebih besar dari program nuklirnya,” ujar Starmer dalam siaran resmi dari London.
Sementara itu, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengonfirmasi bahwa tidak terdeteksi lonjakan tingkat radiasi pasca-serangan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun fasilitas diserang, tidak ada kebocoran radioaktif yang membahayakan.
Komentar