Meninggalkan S2, Alumni Peternakan Ini Pilih Jadi Polisi Demi Ketahanan Pangan

JurnalPatroliNews – Jakarta – Muhammad Putra Aulia, pria berusia 26 tahun lulusan Ilmu Peternakan, mengambil keputusan besar dalam hidupnya meninggalkan program S2 demi bergabung dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui jalur Bintara Kompetensi Khusus (Bakomsus) Ketahanan Pangan.

Sebelum mengikuti rekrutmen tersebut, Putra menjabat sebagai manajer di sebuah peternakan besar yang mengelola sekitar 100 ribu ekor ayam. Namun ketika tahu bahwa Polri membuka jalur khusus bagi lulusan peternakan, ia merasa panggilan moralnya lebih kuat daripada karier maupun akademik.

“Saya awalnya meninggalkan pekerjaan demi melanjutkan program fast track S2-S3 di Universitas Padjadjaran dengan beasiswa unggulan. Tapi ketika saya mendengar soal rekrutmen Bakomsus yang membuka peluang untuk bidang saya, saya putuskan berhenti studi,” tutur Putra, dalam siaran resmi SSDM Polri, Rabu (25/6/2025).

Namun, keputusannya tak semata soal karier. Ada kisah pribadi yang jadi latar belakang. Pada 2018, Putra dan keluarganya mengalami musibah besar: ibunya dan adiknya mengalami kecelakaan yang mengakibatkan patah tulang kaki. Saat berbagai rumah sakit menolak atau lambat merespons, hanya RS Bhayangkara yang cepat memberikan pertolongan.

“RS Bhayangkara langsung melakukan operasi pada hari itu juga. Itu tidak pernah saya lupakan,” kenangnya.

Sejak saat itu, tekad Putra untuk suatu saat bergabung dengan institusi Polri muncul. Baginya, mengikuti program Bakomsus ini adalah bentuk rasa terima kasih sekaligus kontribusi pada ketahanan pangan nasional lewat pendekatan keamanan komunitas.

Sebagai Bhabinkamtibmas nantinya, Putra telah memiliki gagasan konkret. Salah satunya adalah pengelolaan distribusi hasil ternak berbasis jeda waktu. Menurutnya, banyaknya peternak yang memproduksi unggas secara bersamaan dapat menyebabkan overproduksi, penurunan harga, dan pemborosan sumber daya.

“Saya ingin mengarahkan warga agar diversifikasi ternak. Tak harus semua beternak ayam. Kita bisa kembangkan itik, bebek, bahkan angsa,” jelasnya.

Ia juga berencana mengatur produksi antarwilayah. Misalnya, satu kecamatan fokus pada ayam pedaging, sedangkan desa tetangga mengembangkan ayam petelur, sehingga tercipta keberlanjutan ekonomi dan stabilitas harga di tingkat lokal.

“Jika semua warga memproduksi hal yang sama, pasar akan jenuh. Tapi kalau kita atur siklus dan jenis ternak, ekonomi tetap berputar, peternak tetap untung,” pungkas Putra dengan optimistis.

Komentar