Jejak Sejarah Terpenting Republik yang Hilang

BAGI sebagian warga negara Indonesia masalah yang akan saya kemukakan melalui tulisan ini mungkin dianggap tidak terlalu penting. Tetapi bagi saya yang terlahir dan tumbuh dewasa di dalam keluarga nasionalis dan pernah menjadi anggota Organisasi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), masalah ini justru sangat penting untuk dibicarakan karena justru diharapkan dapat meningkatkan rasa cinta kepada negara dan bangsa ini.

Ketika kuliah di fakultas hukum saya agak kesulitan mengikuti mata kuliah Bahasa Belanda yang menjadi mata kuliah wajib bagi mahasiswa fakultas hukum. Padahal ayah dan ibu saya sehari-hari di rumah berbicara dalam Bahasa Belanda tetapi saya justru kesulitan mengikuti kuliah Bahasa Belanda. Hal mana disebabkan ayah saya menolak keras mengajarkan kepada saya Bahasa Belanda karena ayah saya berpendapat “tidak mungkin seorang anak akan terbangun kecintaannya kepada bangsa dan negaranya melalui bahasa asing.” Tentunya pendapat ayah saya tersebut tidak seluruhnya benar karena Bung Karno yang sejak kecilnya bersekolah berbahasa Belanda justru menjadi salah seorang pejuang yang paling gigih berjuang untuk memerdekakan bangsanya.

Menurut saya, jejak atau tonggak sejarah yang paling penting bagi sebuah negara dan bangsa adalah moment (waktu) dan tempat di mana negara dan bangsa itu dilahirkan.

Moment sejarah negara dan bangsa ini dilahirkan yaitu pada saat diproklamasikannya kemerdekaan dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan moment bersejarah ini masih terus diperingati setiap tahunnya dalam sebuah upacara kenegaraan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan upacara-upacara lainnya yaitu upacara peringatan kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus.

Berbeda dengan moment (waktu) kelahirannya maka tempat di mana negara dan bangsa ini dilahirkan justru keadaannya sangat menyedihkan dan sama sekali tidak menggambarkan kebesaran negara dan bangsa ini.

Tempat kelahiran negara dan bangsa ini adalah di teras rumah kediaman Bung Karno dan kemudian menjadi presiden pertama Republik Indonesia, di mana Bung Karno bersama Bung Hatta membacakan naskah pernyataan kemerdekaan Indonesia atau Proklamasi Kemerdekaan di teras rumah yang beralamat di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 (sekarang bernama Jalan Proklamasi).
Semua tanda-tanda fisik tempat proklamasi itu sudah rata dengan tanah, di sana kini justru berdiri gedung baru (Gedung Perintis Kemerdekaan) dan sisanya adalah halaman rumput kosong. Baru belakangan oleh Presiden Soeharto di sisi sebelah kanannya dibangun monumen berupa patung Bung Karno dan Bung Hatta sedang membacakan naskah proklamasi.

Sementara rumah Bung Karno sendiri di mana naskah proklamasi itu dibaca sudah dibongkar dan rata dengan tanah. Menurut informasi yang diperoleh pembongkaran rumah proklamasi itu adalah adalah berdasarkan perintah Bung Karno sendiri atas usulan atau desakan pimpinan PKI pada waktu itu (sekitar tahun 1963/63). PKI memang bermaksud menghilangkan tonggak-tonggak sejarah Kemerdekaan RI karena mereka (PKI) sama sekali tidak mempunyai andil atau peran dalam proses kemerdekaan Indonesia. PKI tidak mempunyai wakil yang duduk di BPUPKI atau PPKI. Hal ini dapat dibuktikan pada pemberontakan PKI/Madiun tahun 1948, di mana PKI memproklamasikan berdirinya Negara Moskow, di mana artinya PKI memang ingin menghilangkan NKRI yang diproklamasikan di rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 pada tanggal 17 Agustus 1945 dan menggantikannya dengan Negara Moskow yang berpaham Komunisme.

Kondisi dan situasi di sekitar tempat proklamasi itu pun sangat memprihatikan. Di sebelah kanan/timur adalah Jalan Bonang yang di sisi pagar tempat proklamasi dipenuhi warung-warung kumuh, sedangkan di sebelah kiri/barat adalah Jalan Penataran. Di mana juga dipenuhi pedagang makanan yang tidak teratur.

Sungguh kondisi tempat proklamsi Republik Indonesia ini berbeda 180 derajat dengan situs-situs yang berkaitan dengan Declaration Independence-nya negara Amerika Serikat yang sampai saat ini terpelihara dengan sangat baik, bahkan menjadi tujuan wisata yang utama bagi seluruh warga negara Amerika Serikat khususnya bagi para pelajar/generasi muda dari seluruh Amerika Serikat. Begitulah salah satu cara negara Amerika Serikat memelihara dan menjaga kecintaan rakyatnya terhadap negara mereka (nasionalisme), bukan hanya dengan slogan-slogan kosong.

Melalui tulisan ini ijinkan saya mengusulkan kepada Presiden Jokowi jika ingin meninggalkan legacy (warisan) bagi gegerasi penerus bangsa ini dan yang akan selalu diingat selama negara ini berdiri adalah memugar kembali tempat jejak sejarah proklamasi yang selama ini telah hilang dan mengembalikannya sesuai keadaan aslinya seperti pada saat dibacakan Naskah Proklamasi yang menandakan kelahiran negara dan bangsa ini, di samping legacy berupa infrastruktur.

Berangkat dari usulan di atas akhirnya dapat diajukan alternatif langkah-langkah yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:

1. Pertama-tama, nama Jalan Proklamsi dikembalikan ke asalnya yaitu Jalan Pegangsaan Timur agar sejalan dengan sejarah aslinya dan dengan pelajaran sejarah yang diberikan di sekolah-sekolah;

2. Membangun kembali rumah Bung Karno serta seluruh situasi di sekitarnya sesuai keadaan aslinya. Untuk itu, menurut informasi arsip gambar arsitektur rumah Bung Karno disimpan oleh Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu yaitu Gubernur Henk Ngantung sekarang mungkin bisa ditanyakan kepada keluarga almarhum ataupun di arsip Pemda DKI Jakarta;

3. Menata lingkungan di sekitar lokasi bersejarah itu, dengan catatan para pedagang di sekitarnya janganlah digusur atau dilarang, tetapi buatkanlah tempat untuk berjualan yang serasi dan sesuai dengan marwah tempat sejarah proklamasi termaksud;

4. Agar tempat bersejarah proklamasi itu dijaga 24 jam oleh pasukan kehormatan yang mewakili tiga angkatan ditambah Polri sebagai lambang menjaga kehormatan dan keutuhan NKRI. Lalu setiap perggantian pasukan kehormatan didesain menjadi pertunjukan yang menarik untuk tujuan wisata, seperti halnya upacara pergantian penjaga kehormatan di Istana Buckhingham di London, Inggris.

Semoga Presiden Jokowi tertarik atas usulan di atas sehingga peringatan ke-76 tahun kemerdekaan pada 17 Agustus 2021 kita sudah memiliki kembali jejak sejarah proklamasi yang selama ini hilang. Sehingga generasi muda dan generasi penerus dapat melihat langsung situs tempat bersejarah di mana negara dan bangsa ini dilahirkan dengan rasa bangga sebagai anak sebuah bangsa yang besar. Semoga.

7 April 2021

Muchyar Yara
(Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia/GMNI)

Komentar