DFW Mencatat, 11 ABK Asal Indonesia Meninggal dan 2 Hilang Dalam 7 Bulan Terakhir

JurnalPatroliNews – Jakarta – Hanya dalam rentang tujuh bulan sejak November 2019, sebanyak 13 anak buah kapal (ABK) asal Indonesia menjadi korban penyiksaan saat bekerja di kapal ikan berbendera Cina. Sebanyak 11 ABK meninggal dan 2 lainnya hilang.

“Mereka yang meninggal mayoritas disebabkan karena kekerasan fisik, intimidasi dan ancaman, kondisi kerja dan kehidupan yang kejam di atas kapal” kata Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh Abdi Suhufan, dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu, 22 Juli 2020.

Kasus terbaru menimpa ABK Indonesia asal Bitung, Sulawesi Utara, yang bernama Fredrick Bidori. Pada 19 Juli 2020, Ia meninggal dunia di rumah sakit Peru setelah mengalami kecelakaan kerja di kapal ikan berbendera China Lu Yan Tuan Yu 016.

Dalam profiling kasus yang menimpa ABK Indonesia, DFW Indonesia juga menemukan adanya indikasi kerja paksa, perdagangan  dan penyelundupan orang. Modus penyeludupan orang misalnya, ditemukan pada kasus yang menimpa korban bernama Eko Suyanto.

Eko yang dalam kondisi sakit ditransfer dari kapal ikan FV Jin Shung ke kapal nelayan Pakistan. Eko kemudian terlantar dan meninggal di pelabuhan Karachi Pakistan pada Mei 2020 lalu.

Sampai saat ini pun, masih ada puluhan orang ABK Indonesia yang terjebak dan bekerja di kapal Cina dan melakukan operasi penangkapan ikan di laut Internasional.

“Mereka terjebak pada kondisi kerja yang tidak adil dan tertindas serta minta dipulangkan” kata Abdi.

Sejak awal Juni, rekan media menemukan adanya tumpah tindih surat izin penempatan ABK. Saat ini, ABK memperoleh surat lewat dua jalur, Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI) di Kementerian Ketenagakerjaan dan Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) di Kementerian Perhubungan.

Di lapangan, Kemenaker pun menemukan ada perusahaan yang melanggar karena hanya menggunakan izin perdagangan dari dinas perdagangan daerah setempat.

“Untuk saat ini bisa jadi ada kekosongan hukum,” kata Plt Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja, Kemenaker, Aris Wahyudi kepada media di Jakarta, Selasa, 10 Juni 2020.

Kondisi ini yang menjadi salah satu pangkal masalah penyiksaan ABK. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi telah menyadari hal ini dan membentuk tim nasional. Salah satu yang akan diselesaikan tim yaitu mengenai surat izin penempatan ABK di kapal ikan asing.

“Dulunya kusut, sekarang semua sudah berkoordinasi,” kata Deputi Bidang Koordinasi Bidang Kedaulatan Kemaritiman dan Energi, Purbaya Yudhi Sadewa saat dihubungi di Jakarta, Ahad, 19 Juli 2020.

(lk/*)

Komentar