Pasca Label Teroris Untuk KKB Papua, KSP Minta Masyarakat Adat dan Gereja Ikut Memantau

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Kantor Staf Presiden berharap kerjasama dari kalangan masyarakat sipil, masyarakat adat, hingga pihak gereja, dalam memantau pemberantasan aksi kekerasan di Tanah Papua. Kerjasama lebih diharapkan, pasca pemerintah memberi label teroris bagi kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.

“Turut bekerja sama dalam melakukan pemantauan agar kegiatan penegakan hukum sejalan dengan prinsip-prinsip hukum dan HAM, sehingga harapan kita menciptakan Provinsi Papua yang damai dan sejahtera bisa terwujud,” kata Deputi V bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Kantor Staf Presiden, Jaleswari Pramodhawardani, Jumat, 30 April 2021.

Jaleswari mengatakan penyebutan KKB sebagai organisasi/individu teroris diambil dengan pertimbangan yang matang. Berbagai pihak, mulai dari dalam maupun di luar pemerintah, sudah dimintai pendapat mengenai hal ini.

Fakta-fakta tindakan kekerasan secara brutal dan masif di Papua selama beberapa waktu terakhir, kata Jaleswari, juga telah menyasar masyarakat sipil, termasuk pelajar, guru, tokoh adat, serta aparat. Ia meyakini KKB merupakan dalang di balik kekerasan tersebut.

“Penyebutan organisasi/individu teroris di Provinsi Papua ini secara limitatif hanya dilekatkan pada organisasi atau orang yang melakukan perbuatan serta motif sebagaimana didefinisikan dalam UU nomor 5 Tahun 2018, antara lain perbuatan kekerasan, menimbulkan terror, perusakan fasilitas publik, dan dilakukan dengan motif politik dan gangguan keamanan,” kata Jaleswari.

Meski mengaku telah mendengarkan seluruh pihak untuk memutuskan hal ini, namun protes tetap muncul dari berbagai kalangan. Koalisi masyarakat sipil hingga Gubernur Papua sendiri mempertanyakan labeling teroris yang disematkan pada KKB.

Salah satunya diungkapkan oleh Amnesty International Indonesia. Mereka menilai alih-alih menyelesaikan kekerasan di Papua, labeling ini justru semakin membuat rakyat Papua menderita. “Pendekatan keamanan hanya akan memperkuat memori kekerasan dan penderitaan secara turun temurun di antara orang asli Papua akibat banyaknya ketidakadilan dan pelanggaran kemanusiaan dan hak asasi orang Papua,” ujar Usman.

(*/lk)

Komentar