Tokoh Papua Sebut Dualisme Penolakan Otsus Dikarenakan Praktik Rasial

Jurnalpatrolinews – Jayapura : Otonomi khusus bukan hanya memunculkan pro/kontra antara pemerintah pusat RI yang menginginkan percepatan pembangunan di Papua dan beberapa organisasi/kelompok yang terang-terangan menolak kehadiran otsus. Namun pembahasannya kian melebar bahkan oleh kubu yang melakukan penolakan itu sendiri.

Pada kuartal ketiga tahun 2020 lalu Kepala Biro Politik ULMWP, Bazooka Logo menegaskan bahwa fokus dalam perjuangan yang sedang dihadapi saat ini adalah untuk mendukung segala bentuk lobi internasional dan penyelenggaraan referendum.

“Setiap agenda ULMWP sudah diatur dalam konstitusi yang berfokus pada agenda untuk menuntut hak menentukan nasib sendiri (referendum). Ini semua untuk berdaulat, Papua secara penuh akan memimpin wilayahnya sendiri,” ungkap Bazoka Logo. (07/20)

Seiring waktu, perdebatan panjang pun hadir dari topik tentang kebijakan otsus tersebut. Oleh kelompok KNPB misalnya, melalui Jubir Internasional KNPB Victor Yeimo yang juga mendaulat dirinya sebagai bagian lain dari Jubir organisasi Petisi Rakyat Papua mengatakan bahwa aksi penolakan otsus adalah bagian penting dari perjuangan.

“Petisi Rakyat Papua (PRP) adalah manifestasi sikap yang murni hadir dari rakyat Papua secara resmi. Ini lah sebabnya kami mendorong semua pihak untuk mendukung upaya PRP sebagai solusi damai,” ujarnya. (01/21)

Dalam menanggapi kasus tersebut, jelas terlihat perbedaan pandangan antar kedua kubu yaitu ULMWP dan KNPB (merujuk PRP). Sebelumnya, hal ini juga pernah disampaikan oleh pengamat yang juga merupakan Ketua Bamus Papua/Papua Barat, Willem Ansanay yang mengatakan bahwa pergerakan separatis di Papua banyak dipengaruhi oleh faktor kepentingan.

“Nyatanya semua memiliki pandangan yang berbeda, ini disebabkan karena dari kelompok-kelompok tersebut memiliki misinya sendiri, memiliki tujuannya sendiri. Sehingga akan ada banyak opsi dan tidak menutup kemungkinan akan saling berbenturan,” ujarnya. (03/01/21)

Menurut Willem, permasalahan tersebut juga banyak disebabkan oleh kemunculan kelompok-kelompok baru, terlebih isu yang diusung adalah gerakan perlawanan terhadap pemerintah. Pihaknya yakin bahwa tidak ada pergerakan yang murni berawal dari hati untuk mengangkat martabat orang Papua.

“Bisa dibuktikan untuk beberapa waktu kedepan nantinya, apa yang mereka kampanyekan tentang penolakan otsus untuk sejahtera atau merdeka atau apapun itu, tidak akan pernah terwujud. Itu semua karena mereka menyimpan ambisi pribadi untuk hal-hal yang sifatnya pribadi,” tambahnya.

Willem juga mengungkapkan fakta bahwa dalam pergolakan otsus sebelumnya telah membuka tabir kelompok-kelompok tersebut dalam praktik rasialisme yang murni terjadi di Papua.

“Mereka juga mengkotak-kotakkan golongan. Misalnya ULMWP yang menegaskan bahwa pihaknya harus diisi oleh suku-suku tertentu, dan KNPB yang menolak keanggotaan dari kelompok dan usia tertentu. Itu belum seberapa, karena ada lagi anggapan orang pantai dan orang gunung yang seharusnya sudah tidak tepat disampaikan karena membatasi hak sesama manusia,”

Oleh sebab itu, melihat pengaruh dan latar belakang karakteristik kelompok tersebut, dikatakan bahwa wajar jika diantara mereka sibuk untuk menjatuhkan nama kelompok lain. Willem juga menambahkan bahwa fanatisme buta yang tidak dibarengi dengan pemikiran matang menjadi pelengkap dalam konflik yang terjadi.

Mengakhiri penyampaiannya, Willem Ansanay meminta kepada seluruh rakyat Papua untuk tidak mudah terprovokasi ajakan dari kelompok tertentu yang orientasinya hanya untuk kepentingan pribadi. Menurutnya lebih baik mulai memikirkan bagaimana mengisi hari-hari dengan aksi yang positif dan berdampak secara langsung pada kehidupan masing-masing individu.

“Karena setiap ajakan dan seruan yang dilakukan oleh ULMWP/KNPB itu tidak nyata-nyata akan terjadi, lebih baik tinggalkan dan mulai memikirkan usaha terbaik yang bermanfaat untuk diri sendiri dan keluarga. Ini lah cara untuk membangun Papua yang kita cintai,” tutupnya.  (Ind Paper)

Komentar