Tri Marta Bertuah : PSJ Jangan Jadikan Masyarakat Tameng Untuk Kepentingan Sendiri 

JurnalPatroliNews – Riau ,– Keberhasilan penertiban dan pemulihan kawasan hutan Desa Pkl Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau, yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau belum dapat dikatakan berhasil. Pasalnya, masih ada menyisakan sekitar 1.323 Ha lahan.

Padahal, untuk diketahui, dalam putusan  pidana Mahkamah Agung (MA), Nomor 1087/Pid.Sus.LH/2018, Tanggal 17 Desember 2018, bahwa areal seluas 3.323 Ha semestinya dikembalikan kepada negara melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Provinsi Riau, c.q PT Nusa Wana Raya (PT NWR). Hal itu sampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tri Marta Bertuah, Fery, SH, Sabtu (27/02/21).

Disebutkan Fery, belum tuntasnya pemulihan kawasan hutan sebagai tindak lanjut dari eksekusi tanggal 16 Desember 2019 yang isi nya menyerahkan kebun sawit seluas 3.323 Ha kepada DLHK Cq. PT. NWR ini bisa menjadi preseden buruk dalam menjalankan suatu perintah putusan.

“Harusnya kita melihat ini sebuah penegakan hukum untuk mengembalikan fungsi kawasan hutannya, sehingga pihak yang selama ini terlibat dalam penolakan harusnya memberikan kesadaran hukum biar jangan ada lagi pihak-pihak atau kelompok yang dijadikan tameng dalam penolakan menjalankan putusan Mahkamah Agung ini,” jelas Fery yang didampingi Sekretaris Direktur, Said Abu Sofyan, SH.

Terlebih lagi ini adalah putusan pidana dan bukan perdata dimana jelas dalam putusan MA RI tersebut menyebutkan bahwa PT. PSJ dinyatakan bersalah dan dihukum telah melakukan usaha budidaya tanaman perkebunan dengan luasan skala tertentu yang tidak memiliki izin usaha perkebunan berikut kebun tanpa izin yang merupakan barang bukti dirampas dan mengembalikan ke negara melalui DLHK Cq. PT NWR selain itu juga telah dieksekusi tanggal 16 Desember 2019 terhadap kebun sawit tanpa izin tersebut, sehingga penegakan hukum tetap harus dilakukan dengan cara pemilihan kawasan hutan, termasuk pidana denda 5 Miliyar yang harus dibayarkan oleh PT. PSJ, Kejaksaan tetap harus meminta PT. PSJ membayar lunas pidana denda tersebut atau menyita aset milik PT. PSJ sebagai gantinya.

Menurut Fery, jika putusan ini tidak dijalankan dan ada pihak-pihak yang masih dijadikan tameng melawan putusan ini maka kita melupakan konsep-konsep negara kita sebagai negara hukum.

“Dari sini lah kita semua harus taat dan tunduk atas sebuah putusan hukum,” terang Fery lagi.

Oleh karenanya, pihaknya mendesak Dinas terkait segera menjalankan eksekusi tersebut sesuai dengan amar putusan MA agar pemulihan kawasan hutan menjadi jelas tanggung jawabnya.

“Kami meminta putusan ini segera dijalankan. Kawasan hutan ini harus secepatnya di pulihkan, pihak-pihak atau kelompok yang dijadikan tameng oleh PT. PSJ adalah pihak-pihak atau kelompok yang merupakan korban dari ketidak taatan PT. PSJ dengan membangun, mengelola kebun sawit tanpa izin dan berada didalam kawasan hutan yang jelas ini melanggar hukum. Bahwa ternyata PT. PSJ adalah perusahaan PMA (Penanaman Modal Asing), dimana hasil keuntungan kebun sawit ilegal atau tanpa izin ini dinikmati oleh pihak asing dengan tameng pihak-pihak atau kelompok tertentu,” tegas Fery.

Selain itu juga sejalan dengan apa yang disampaikan dari sisi Pemprov Riau Melalui Wagubri Edy Natar Nasution Menyampaikan bahwa pihak Pemprov Riau Tidak bisa berbuat untuk membebaskan lahan yang akan dieksekusi. Menurut nya, lahan tersebut sudah masuk dalam kasus hukum.
Kalau sudah masuk dalam ranah hukum kami (Pemprov Riau) sudah tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan Presiden Jokowi Sendiri mengatakan tidak mau ikut campur urusan hukum,” ujarnya.

Wagubri menyebutkan, pihak nya bukan tidak mau membantu dalam penyelesaian masalah PT. PSJ terlebih lagi menyangkut kesejahteraan masyarakat. Namun iya mengaku tidak bisa ikut campur dalam urusan hukum, sebab segala sesuatunya sudah ada tupoksi masing-masing.

Kami mengapresiasi pernyataan Wagubri karena memang penegakan hukum tidak dapat di intervensi oleh siapapun. “Ujar Fery.

Ditambahkan oleh Fery bahwa koperasi yang merasa dirugikan harusnya meminta pertanggungjawaban kepada PT. PSJ karena kebun sawit tersebut diperoleh dari PT. PSJ yang ternyata adalah kawasan hutan dan telah dibebani izin PT. NWR dan kebun sawit tersebut tidak memiliki Izin sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.

Sebelumnya, pada Januari 2020 lalu, pihak DLHK Provinsi Riau didampingi personil Kejaksaan Negeri Pelalawan telah melaksanakan eksekusi penertiban dan pemulihan kawasan hutan. Namun belum keseluruhan eksekusi itu berhasil sesuai dengan Amar Putusan MA.

(*/lk)

Komentar