Konferensi Tuna Indonesia Dan Forum Bisnis Tuna Pesisir Internasional Ke-7 Apresiasi Gubernur Bali

“Kami di Bali sedang melakukan transformasi perekonomian, dengan pengalaman hampir 3 tahun Bali dan negara – negara lain dilanda Pandemi COVID – 19, dimana sektor pariwisata Bali yang berkontribusi lebih dari 54 % terhadap PDRB Provinsi Bali itu telah mengalami keterpurukan luar biasa,” papar Gubernur asal Buleleng itu.

Sambungnya lagi, “Sehingga, ketika Pandemi COVID – 19 berlangsung pertumbuhan perekonomian di Bali pada tahun 2020 mengalami kontraksi yaitu minus 9,31 %, kemudian di tahun 2021 mengalami sedikit perbaikan, namun masih mengalami kontraksi minus 2,47 %, pada tahun 2022 mengalami kemajuan dan perekonomian Bali tumbuh 1,46 %, hingga pada tahun 2023 ini perekonomian Bali sudah lebih maju dan melebihi dari target yaitu di triwulan I mencapai 6,04 persen, dan Kami perkirakan kedepan ini akan terus meningkat sejalan dengan upaya Kami di dalam memulihkan pariwisata Bali.”

Dalam rangka transformasi perekonomian Bali, jelas dia, agar Bali tidak lagi didominasi oleh satu sektor pariwisata, karena pariwisata sangat sensitif, maka Kami telah merancang transformasi perekonomian Bali melalui Konsep Ekonomi Kerthi Bali yang lebih bertumpu pada kekuatan dan potensi yang ada di alam Bali, salah satunya yaitu Sektor Pertanian dengan Sistem Pertanian Organik hingga Sektor Kelautan dan Perikanan.

“Khusus untuk Sektor Kelautan dan Perikanan, Kami telah memiliki Peta Kekayaan Kelautan di Bali. Bali ini kecil – kecil, ternyata memiliki kekayaan perikanan yang luar biasa, ada perikanan tangkap, ikan hias, dan berbagai sumber daya kelautan yang luar biasa, namun selama ini belum digali dan diberdayakan secara optimal,” jelas Gubernur Bali jebolan ITB ini.

Mengakhiri sambutannya, Gubernur Bali, Gubernur Koster menyampaikan melalui Konferensi dan Forum Bisnis Tuna ini, berharap sekiranya industri perikanan tuna ke depannya semakin besar kontribusinya terhadap upaya pelestarian sumber daya ikan, wilayah pesisir dan kesehatan laut, serta mendukung peningkatan kesejahteraan nelayan skala kecil.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono yang membuka acara The 1st Indonesia Tuna Conference (ITC-1) & The 7th International Coastal Tuna Business Forum (ICBTF-7) yang berlangsung dari tanggal 24-25 Mei 2023.

menyampaikan bahwa wilayah perairan Indonesia merupakan tempat wilayah penangkapan tuna, baik di perairan kepulauan, perairan teritorial, maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dimana sebagian besar penangkapan tuna oleh pelaku usaha industri beroperasi di wilayah perairan Indonesia di Samudera Hindia, Laut Banda dan Samudera Pasifik.

Menteri Trenggono menjelaskan, Indonesia merupakan negara produsen ikan tuna, cakalang, dan tongkol terbesar di dunia dengan kontribusi sekitar 15 persen.

Pada tahun 2021 produksi tuna dan cakalang Indonesia mencapai 791.000 ton dengan nilai sekitar 22 triliun rupiah. Adapun yang diekspor sejumlah 174.764 ton senilai 732,9 juta USD atau lebih dari 10,6 triliun rupiah, sebagian besar di ekspor ke Amerika Serikat, Jepang, Thailand, Arab Saudi, Uni Eropa, Australia, Viet Nam, Inggris dan Filipina.

Dikatakannya, sebagai bagian dari upaya melindungi kepentingan perikanan tuna nasional di forum global, Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam pengelolaan tuna nasional mengacu pada ketentuan Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional, yaitu Indian Ocean Tuna Commission; Western and Central Pacific Fisheries Commission; dan Conservation of the Southern Bluefin Tuna.

Dia memaparkan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 121 tahun 2021 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol yang menjadi payung hukum kemudahan berusaha dan persyaratan pengelolaan tuna cakalang tongkol di ZEE dan laut lepas.

dukungan terhadap pemberantasan IUU fishing pada pengelolaan tuna, strategi adaptasi pengurangan emisi karbon serta penyusunan harvest strategy tuna dan cakalang di perairan kepulauan.

“Indonesia telah menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis ekonomi biru yang mencakup, emperluas kawasan Konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota.

pengembangan budidaya ikan di kawasan laut, pesisir, dan darat secara berkelanjutan, pengawasan dan Pengendalian wilayah pesisir dan pulau – pulau kecil, serta pembersihan sampah laut melalui partisipasi nelayan,” jelas Menteri Trenggono.

Menteri Trenggono menjelaskan, Harvest strategy pengelolaan tuna yang telah disusun sejalan dengan kebijakan ekonomi biru khususnya penangkapan ikan terukur, karena dalam strategi tersebut diatur penerapan perikanan berbasis kuota penangkapan ikan, penatakelolaan rumpon, penerapan pengurangan hasil tangkapan tuna dan cakalang dan penerapan penutupan sebagian wilayah dan waktu penangkapan tuna sirip kuning.

“Saya berharap agar penetapan target dan limit reference point dalam harvest strategy yang menjadi acuan dalam penentuan kuota pemanfaatan sumber daya ikan tuna ini dapat menjadi instrumen yang mengawal keberlanjutan sumber daya tuna dengan tetap mempertimbangkan aspek usaha dan ekonominya,” kata Menteri Sakti Wahyu Trenggono.

Sebagai penutup dan, Menteri Perikanan dan Kelautan berharap seluruh pemangku kepentingan secara sungguh-sungguh melaksanakan Harvest Strategy untuk kelestarian sumber daya ikan tuna, cakalang dan tongkol sehingga dapat menguatkan daya saing produknya di pasar global.

“Terima kasih atas dukungan semua pihak, mulai dari akademisi, para pakar, para pelaku usaha, NGO, international partners, dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan,” pungkasnya seraya mengapresiasi program Gubernur Bali, Wayan Koster khususnya di bidang Kelautan dan Perikanan sembari mendoakan kepemimpinan Bapak Wayan Koster agar berlanjut di periode kedua sebagai Gubernur Bali.

Komentar