Pernyataan Tim Prabowo: Pelaku Trading Saham dan Kripto Dianggap Abaikan Pajak!

JurnalPatroliNews – Jakarta – Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Erwin Aksa telah menyoroti isu kepatuhan pajak di kalangan pedagang saham dan pemegang aset kripto. Menurutnya, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, yang mereka dukung, berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan terhadap pelaporan pajak para pelaku transaksi di pasar modal.

Erwin menjelaskan bahwa fokus pengawasan dari capres-cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilandaskan pada temuan bahwa banyak pelaku transaksi di pasar modal tidak melaporkan pajak mereka dengan benar. Keadaan ini terutama disebabkan oleh perlindungan yang diberikan oleh sektor perbankan, yang menggunakan prinsip kerahasiaan data pribadi.

Para pedagang aset kripto, foreign exchange currency, dan saham, menurutnya, telah sulit diawasi oleh otoritas pajak sejauh ini. Erwin mengungkapkan, “Ini kan pajak susah untuk masuk juga, kita ingin ada konektivitas di situ supaya pedagang pasar modal bayar pajak. Mereka banyak ambil untung dari jual kripto, foreign exchange currency, trading saham, ya mohon maaf kadang-kadang pajaknya enggak lapor,” tutur Erwin.

Untuk mengatasi masalah ini, Erwin menekankan pentingnya mendirikan Badan Penerimaan Negara (BPN) agar pengawasan kepatuhan pajak dapat diperkuat dan berkolaborasi dengan otoritas terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang memiliki tanggung jawab terhadap sektor finansial dan pasar modal.

“Jadi ini juga perlu antara OJK dan juga nanti Badan Penerimaan Negara ini duduk supaya ada penerimaan tambahan di situ,” kata Erwin Aksa.

Sebagai catatan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan telah menegaskan bahwa segala bentuk penghasilan wajib dikenakan pajak, termasuk penghasilan dari perdagangan saham. Saham dianggap sebagai investasi yang harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, dan sebagai objek pajak yang dikenakan pajak.

Dalam konteks pajak saham, pedagang saham akan dikenakan Pajak Penghasilan Final oleh penyelenggara Bursa Efek, yang akan dipotong dari penghasilan penjualan saham. Besaran PPh yang dikenakan adalah sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi.

Sedangkan untuk penghasilan dari aset kripto, seperti bitcoin, penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi umumnya berlaku. Hingga akhir tahun 2022, Direktorat Jenderal Pajak sudah berhasil mengumpulkan pajak kripto sebesar Rp246,45 miliar, meskipun aturan pengenaannya mulai berlaku pada 1 Mei 2022 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.68/PMK.03/2022.

Komentar