Gawat! Kelar 3 Hari, Buruh Ancam Bakal Mogok Nasional Lama

JurnalPatroliNews – Jakarta, Kalangan buruh enggan menyerah dengan disahkannya Rancangan Undang Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang Undang (UU) pada Senin awal pekan ini (5/10/2020).

Setelah aksi mogok nasional selama 3 hari hingga Kamis (8/10), kalangan buruh bakal tetap melanjutkan aksi lainnya sebagai bentuk protes.

Bahkan bakal terus berlangsung lama jika Pemerintah dan DPR ngotot tetap menjalankan UU tersebut.

“Ngga ada pilihan [selain mogok nasional], ini akan berlangsung terus dalam bentuk-bentuk lain,” kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dalam program Profit CNBC Indonesia, Selasa (6/10).

Ia bukan tidak menyadari bahwa mogok tersebut membuat investasi yang semula masuk bakal tertahan karena lebih memilih untuk menunggu.

Namun, langkah itu mau tidak mau dilakukan karena buruh sebagai bagian penting dari industri justru digerogoti haknya. Bahkan, hak bersuara pun kerap dibungkam.

“Kita sedang fokus, masa aksi mogok nasional, setelah mogok nasional akan ada aksi lanjutan dan ini yang ngga kami inginkan, akhirnya kan jadi ngga kondusif, banyak saya dihubungi media internasional. Investor akhirnya menunggu, kalo ngga kondusif kan percuma juga UU Cipta kerja itu,” jelasnya.

Di sisi lain, Ia bukan berarti tidak mendukung masuknya investasi.

Sebaliknya, Said Iqbal mengungkapkan kalangan buruh sangat terbuka karena bakal menciptakan lapangan kerja baru.

Namun, jika hak-hak buruh dikebiri, maka akan wajar jika buruh melakukan perlawanan. Bukan hanya di Indonesia, di seluruh dunia pun bakal demikian.

“Saya ingin tegaskan kaum buruh bersama pemerintahan Jokowi setuju mengundang investasi, membuka lapangan kerja. Tapi yang kami ngga setuju, jangan kurangi hak buruh yang sedang bekerja dan tentu orang yang masuk pasar kerja harus dilindungi.”

“Mana mungkin dia punya masa depan dengan kontrak seumur hidup, uotsourcing seumur hidup. Gimana buruh perempuan alat reproduksinya harus dijaga kalau dia ngga punya hak istirahat atau cuti melahirkan, tapi jangan dipotong upahnya. itu adalah sikap, bukan melawan pemerintah,” tegasnya.

Said Iqbal mengungkapkan bahwa mogok nasional merupakan langkah terakhir yang bisa dilakukan dalam memprotes disahkannya Undang-Undang Omnibus Law.

Ia mengaku sebenarnya enggan untuk mengambil langkah itu, namun keadaan yang memaksanya. Bahkan keputusan itu diambil karena buruh dikhianati dalam proses pembentukan UU tersebut.

“Kami tidak ingin melakukan mogok nasional, ini merugikan semua pihak. tapi berbagai upaya udah kami lakukan, lobi, konsep, kemudian pendekatan-pendekatan, masuk ke dalam tim perumus tapi ini dikhianati, dipercepat pembahasannya.”

“Maka terpaksa kami menggunakan hak konstitusional kami yaitu mogok nasional. Makanya stop produksi, keluar dari proses-proses produksi,” kata Said Iqbal.

Ia menyadari bahwa dampak yang ditimbulkan tidak kecil. Bahkan jauh lebih luas dari demonstrasi pada masa Covid-19 di depan gedung DPR maupun lembaga lain. Karena dampaknya bakal menyengat ekonomi secara langsung.

“Memang mogok oleh serikat buruh di seluruh dunia, hak mogok yang diatur konvensi ILO [Organisasi Buruh Internasional] nomor 87 dan konvensi ILO nomor 98, memang itu melumpuhkan ekonomi di tingkat perusahaan dan mungkin berdampak secara nasional. Tapi ngga ada pilihan,” tegasnya.

Mulanya, Ia bersama sejumlah serikat pekerja lain masuk ke dalam tim teknis pembahasan Klaster Ketenagakerjaan di RUU Cipta Kerja.

Namun, dirasa sudah keluar dengan tujuan awal, maka kalangan buruh memutuskan untuk keluar dari tim pembahasan. Apalagi ditambah ‘kelakuan’ aneh pengambil kebijakan, diantaranya terkesan terburu-buru mengesahkan, hingga rapat di hotel.

“Bagi kami aneh sembunyi-sembunyi, pindah-pindah hotel kejar tayang.”

“Saya ini pengurus pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa di badan ILO, berkantor di Geneva. Tidak pernah saya melihat parlemen-parlemen di dunia seperti di Indonesia hari ini, dan tidak melibatkan partisipasi masyarakat.”

“Kalau live streaming itu tontonan saja, itu sinetronnya lah basa-basi. Keputusannya kan waktu jeda, ngga ada live streaming. Begitu masuk, tok, setuju ya, setuju ya. Bahkan 8 Oktober yang seharusnya sidang paripurna, ditarik jadi 5 Oktober, apa maksudnya?” tanya Iqbal.

(cnbc)

Komentar