Pemerintah dan DPR Sepakat Menghapus Rencana Pembentukan BUMN Khusus Migas

Jurnalpatrolinews – Jakarta,  Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersepakat untuk menghapus rencana pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) Minyak dan Gas Bumi dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau dikenal dengan nama Omnibus Law. 

Hal ini disampaikan Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Mulyanto kepada rekan media melalui pesan singkat, Senin (14/09/2020).

Mulyanto mengatakan penghapusan pembentukan BUMN Khusus Migas dalam RUU Cipta Kerja ini bermula dari permintaan sejumlah anggota DPR agar pembahasan sejumlah pasal terkait kelembagaan BUMN Khusus ini ditunda. Hal ini dikarenakan pemerintah dianggap belum mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan BUMN Khusus tersebut, baik bentuk maupun kewenangannya.

“Pemerintah mencabut pasal-pasal yang terkait dengan kelembagaan dan pembentukan BUMNK tersebut dari RUU Cipta Kerja,” ungkap Mulyanto yang juga anggota Komisi VII DPR RI yang menangani sektor energi dan pertambangan.

Menurut Mulyanto, pemerintah mencabut pasal-pasal RUU Cipta Kerja terkait dengan pembentukan BUMNK karena pasal-pasal ini sangat strategis dan berpengaruh secara luas terhadap bisnis hulu migas. Sementara Pemerintah belum siap dengan rumusan bentuk dan fungsi BUMNK ini.

Kendati demikian, Mulyanto menyayangkan sikap pemerintah ini karena sudah delapan tahun sejak Mahkamah Konstitusi membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas, tapi sampai saat ini belum ada kepastian badan atau institusi pengganti dari BP Migas ini.

Mestinya, lanjutnya, pemerintah sudah menyiapkan konsep kelembagaannya dengan matang, sehingga pembangunan di sektor hulu migas benar-benar dapat dilaksanakan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Sebenarnya, sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk merevitalisasi aspek legislasi sektor hulu migas. Ketimbang harus merevisi UU No. 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi secara khusus. Tetapi apa boleh, pemerintah ternyata tidak siap,” tutur Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera ini.

Dia mengatakan, dari sisi Fraksi PKS sendiri menginginkan BUMNK ini dapat menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan sebagaimana dilaksanakan SKK Migas saat ini, tapi juga ditambah dengan fungsi pengelolaan atau pengusahaan sektor hulu migas.

“Jadi BUMN Khusus ini berfungsi sebagai ‘regulator’ sekaligus ‘doers’ (pelaksana) di sektor hulu migas. Tujuannya, agar negara mengelola secara langsung sektor hulu migas ini demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Pengalaman sekarang ini, SKK Migas tidak memiliki fungsi pengusahaan, maka negara mengeluarkan biaya tambahan untuk menjual bagian pemerintah atas migas,” jelasnya.

Hal serupa diungkapkan Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Achmad Baidowi. Achmad mengatakan pencabutan BUMN Khusus Migas dalam RUU Cipta Kerja ini karena pemerintah belum tuntas mengkonsolidasikan hal ini. Selanjutnya, menurutnya kemungkinan BUMN Khusus Migas ini akan dimasukkan ke dalam Revisi Undang-Undang BUMN.

“Pemerintah yang mencabut DIM-nya (BUMN Khusus Migas) sehingga kami menyetujui saja. Apalagi konsolidasi di internal pemerintah belum tuntas terkait hal tersebut. Kemungkinan BUMN Khusus itu masuk dalam Revisi Undang-Undang BUMN,” tuturnya melalui pesan singkat kepada rekan media

Berdasarkan RUU Cipta Kerja untuk sektor minyak dan gas di halaman 238 pasal 41 ditulis beberapa ketentuan dalam undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang Migas ini mengalami perubahan.

Dalam Rancangan Omnibus Law ini dicantumkan satu pasal di antara pasal 4 dan pasal 5 yakni pasal 4A di mana menyiratkan sudah tidak ada lagi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).

Berikut bunyi isi pasal tersebut:
Pasal 4A:
(1) Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan.

(2) Pemerintah Pusat sebagai pemegang Kuasa Pertambangan dapat membentuk atau menugaskan Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagai pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.

(3) Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat.

(4) Badan Usaha Milik Negara Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi melalui kerja sama dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap.(lk/*)

Komentar