Pemerintah Harus Selesaikan Masalah Papua Lewat Dialog, Romo Benny Tanggapi Unggahan Video Viral Prof Hetharia Soal Label Teroris

JurnalPatroliNews – Jakarta,– Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan penetapan status teroris itu lantaran kelompok bersenjata tersebut dianggap semakin brutal melakukan penyerangan dan kekerasan. Bahkan kata Mahfud, mengakibatkan korban warga sipil.

Kondisi tersebut, kata Mahfud, sesuai ketentuan UU Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk menggolongkan gerakan tersebut ke kelompok teroris.

Atas ketetapan tersebut, Prof Hetharia dalam unggahan videonya di kanal youtube RKN ikut menyampaikan, Kalau Pernyataan Menko Pulhukam adanya lebel yang disandang KKB menjadi teroris akibat sudah terlalu jauh melangkah. terkait keonaran gangguan keamanan KKB di papua.

“Penyelesaian KKB dengan cara militer bermasalah, melahirkan masalah masalah baru,” kata Prof Hetharia dalam unggahan videonya, dilihat redaksi, Minggu (2/5)

Selanjutkan kata Prof Hetharia, Masalah yang ada di sekitar KKB atau dengan nama lain , yang terakhir dengan sebutan teroris.

“Yang sebenarnya mereka bermaksud memisahkan diri dari NKRI dengan berbagai sebab. Ketidak puasan ada, ada ideologi
menghendaki mereka seperti itu,” Ucap Prof Hetharia.

“Tetapi saya kira yang paling utama adalah pelanggaran Hak asasi manusia, bagi saya itu,” tandasnya.

Lanjutnya, Ideologi  suatu waktu mungkin bisa hilang, tapi kalau pelanggaran HAM dapat membuat orang marah sedih kecewa, benci, dendam, kadang tidak percaya kepada pemerintah.

“Itu yang terjadi di papua, semangat memisahkan diri semakin besar, Orang orang di papua agar TNI -Polri- Brimob di tarik,” tambahnya.

Saya melihat penyelesaian Pendekataan dengan keamanan militer tidak menyelesaikan masalah, malah melahirkan masalah baru. Pada saat TNI, Brimob, masuk kampung kadang-kadang semua di sikat juga, “Sulit bisa membedakan mana KKB mana masyarakat sipil. Sangat sulit dilapangan,” katanya.

Menurutnya, Pernyataan presiden secara normatif sangat baik, sasarannya jelas ditujukan ke KKB, “Tetapi dilapangan sulit membedakan. Mana KKB mana masyarakat sipil,” ujar Prof Hetharia.

Saya sendiri setuju tentara bergerak untuk menyelesaikan KKB, Tetapi Ketika dilapangan banyak faktor X  yang akan timbul, kadang mereka tidak profesional lagi, apabila mereka profesional melaksanakan tugas mereka berjalan dalam koridor undang-undang.

“OPM/KKB mereka ingin memisahkan diri dari sebagian wilayah indonesia khususnya wilayah papua, klo teroris apa mereka mau memisahkan diri seperti Kalo kita lihat kinerja tugas Densus 88, ada jaringan macam-macam, mereka ingin mengganti Presiden, UUD dan pancasila,” katanya juga.

Masih kata Prof Hetharia, OPM tidak ingin mengganti Presiden, Pancasila, UUD 45 mereka hanya mau memisahkan diri, “Apakah bisa dikatakan teroris,” Tanyanya, kita tau rumusan teroris sudah ada.

Disatu pihak lanjutnya, Bapak Gubernur sangat kuatir juga, dengan istilah itu misalkan saja dengan anak-anak papua yang demo di Jakarta mengibarkan bendera bintang kejora apakah bisa dikatakan teroris juga?

“Jadi kalau mereka dikatagorikan teroris bahaya mereka disana,” ucapnya.

Kalau kita lihat apa yang sudah ditawarkan, saya kira sudah cukup baik , Walaupun ada masalah lain yang belum terakomodir disana (Pembangunan, marginalisasi, pelanggaran HAM dan Pengadilan HAM) sudah cukup bagus, saya kira kita perlu memulai itu dengan dialog.

“Saya kira kita tidak perlu melibatkan negara luar atau pihak ketiga, Saya kira perlunya ada dialog ada niatan untuk menyelesaikan Tidak perlu ada intervensi pihak asing,” harapnya.

Dalam UU Otonomi Khusus Pasal 46 menyebutkan, Pemerintah perlu menyelesaikan pelanggaran Ham masalalu melalui pembentukan KKR ( komisi kebenaran dan rekonsiliasi) itu salah satunya, selain pengadilan HAM dan komnas Ham, Untuk Komnas HAM sudah bekerja, Pengadilan HAM belum ada, dan KKR belum ada.

” KKB atau Orang-orang yang membuat ulah, mereka produk pelanggaran HAM itu sendiri,” kata Prof Hetharia dalan Unggahan Videonya.

Satu-satunya cara terbaik di tarik TNI- Polri, kita gunakan hukum adat. Kita hidup bernegara mengenal hukum adat, dan hal ini secara akademis dipelajari di strata 1, 2 dan 3.

“Apakah semua kasus harus dibawa melalui jalur hukum negara,” tutupnya.

Tanggapan Romo Benny.

Sementara itu, Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo atau yang sering di sapa Romo Benny, Sedikit menanggapi pernyataan Prof Hetharia dalam perspektif Kebangsaan. Sebagai salah satu Tokoh Nasional, Romo Benny menyikapi dengan bahasa santun dan dalam persamaan kesepahaman, Bahwa upaya dialog harus terus di jalankan dalam hal upaya untuk mencari solusi papua tanah damai.

“Upaya dialog butuh proses dari bawah kita yakin pasti ada cara pendekatan efektif maka mendorong polisi nokeng salah satu bentuk dari solusi menyelesaikan masalah ini,” Kata Romo Benny kepada rekan media JurnalPatroliNews, Senin (3/5).

Disampaikan Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP, Pemerintahan Jokowi selama ini sudah memberikan perhatian yang sangat peduli akan menyetarakan pembangunan di Papua sama dengan provinsi-provinsi lainya.

” Yah, Namun kenapa masih ada kelompok-kelompok kecil yang tidak menghendaki Papua maju dalam segala kesetaraan dengan masyarakat Indonesia lainya,” ujar Romo Benny.

Terakhir dikatakan Romo Benny, Pemerintah terus berupaya sungguh-sungguh mencari solusi untuk Papua tanah damai, Apakah masih ada kemacetan dialog dan pemahaman selama ini..? … tapi dari dulu justru pendekatan keamanan lebih dikedepankan ?

“Kita yakin kehendak baik untuk mencari jalan terbaik adalah mencari jalan perdamaian lewat pendekatan kultural dengan pendekatan polisi noken yang pendekatan kultrual dan meningkatkan kemampuan ekonomi , pendidikan dan infrastruktur,” pungkas Romo Benny.

(*/lk)

Komentar