Pontjo Sutowo Ngaku Belum Terima Surat Resmi, Soal Izin Hotel Sultan Dibekukan

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Pemilik Hotel Sultan, yang juga menjabat sebagai Direktur PT Indobuidco, Pontjo Sutowo merespon pernyataan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang mengatakan bahwa izin usaha Hotel Sultan dibekukan.

Menurutnya, pernyataan tersebut tidak sesuai dengan fakta karena tidak memiliki dasar yang jelas.

“Itu saya kira Bahlil ngawur. Bagaimana bekuin? Orang dagang kok. Saya dosa apa dibekuin?,” kata Pontjo Sutowo saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (27/10).

Pontjo Sutowo mengaku belum menerima surat resmi terkait pembekuan izin Hotel Sultan.

“Katanya dibekuin itu alasannya seolah-olah itu izin yang harusnya diberikan 50 tahun yang lalu waktu kita minta usaha itu, kok sudah 50 tahun lalu baru sekarang,” ungkapnya.

Dalam perkara sengketa Hotel Sultan, Pontjo menegaskan bahwa dirinya hanya mempertahankan halnya, yaitu Hak Guna Bangunan (HGB). Saat ini pihaknya sedang menjalani proses hak pembaruan 30 tahun lagi di Kanwil ATR/BPN DKI Jakarta.

“Terkait HGB yang habis itu kan ibarat mobil kayak BPKB. Kalau BPKB habis emang mobilnya punya orang? Kan nggak, tetap punya kita, lagi diurus kan belum ada penolakan, belum diputuskan juga, masih proses bukan berarti bahwa bukan milik saya,” pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengaku sudah membekukan izin usaha PT Indobuildco, milik Pontjo Sutowo, terkait pengelolaan di Hotel Sultan.

Bahlil menjelaskan, pembekuan izin usaha itu telah diterapkan dua pekan laku, karena tidak lagi memiliki alas hak, setelah izin hak guna bangunan (HGB) telah habis masa berlakunya, dan tidak lagi diperpanjang. Karena itu, izin usahanya tidak memenuhi syarat.

“Jadi dua minggu lalu, sudah dibekukan,” kata Bahlil saat ditemui di kantornya, Jumat (20/10/2023).

Bahlil pun menegaskan, mempertimbangkan pencabutan izin usahanya bila PT Indobuildco tak juga angkat kaki dari kawasan Hotel Sultan. Ia pun menegaskan, pengusaha tak boleh mengatur-atur negara terkait urusan pengelolaan tanah itu.

“Kita akan pertimbangkan. Sekali lagi saya katakan, enggak boleh pengusaha atau negara, itu aja, tapi negara juga tidak boleh semena-nena pada pengusaha,” tegas Bahlil.

Perusahaan Pontjo yakni PT Indobuildco sudah menguasai hotel ini selama puluhan tahun dipaksa angkat kaki oleh pemerintah dengan dasar Hak Pengusaaan (HPL).

Pontjo bukannya enggan angkat kaki dari Hotel Sultan, Ia bisa pergi asal mendapat ganti rugi. Namun, nilai ganti rugi tersebut fantastis, yakni mencapai puluhan triliun.

“Kalau pemerintah gak mau perpanjang HGB, cabut hak kita, itu ada UUnya, presiden yang cabut bukan Setneg. UU Nomor 20 Tahun 61 tentang pencabutan hak itu sudah diatur dan ganti rugi harus secara penuh. (Nilai ganti rugi?) Dari gugatan kita Rp 28 triliun lebih, itu kan belum dihitung segala isinya,” kata Kuasa hukum Indobuildco, Yosef Benediktus Badeoda kepada rekan media seperti ditulis Selasa (17/10/2023)

Dari angka tersebut, kerugian terbesar ada pada lahan yang nilainya mencapai belasan triliun, hal ini tidak lepas dari posisi Hotel Sultan yang sangat strategis di jantung Ibu Kota dan area Senayan. Sedangkan nilai ganti rugi terhadap gedungnya juga tidak kalah fantastis.

“Mencakup lahannya dengan gedungnya doang, isinya belum. Gedungnya aja sekitar 5 triliun. Lahan itu gede dong, lahan Rp 13 triliun,” sebut Yosef.

Selain itu, Yosef mengaku pihak Indobuildco mengalami kerugian non materiil, termasuk nama baik dan reputasi.

“Dampak bisnis kita kan rugi non materiil, nama baik, nama besar reputasi hancur gara-gara apa yang dibuat Setneg,” sebut Yosef.

Kemudian, jika ditambah dengan kerugian lain yakni isi hotel nilainya makin membengkak. Yosef meyakini ganti ruginya harus semakin besar. “Total kursi, kasur dan sebagainya 30-an lah kalau mau dihitung,” ujar Yosef.

Komentar