Prabowo Ungkap RI Komitmen Pada Integritas Keuangan, Tidak Ada Riwayat Gagal Bayar Utang!

JurnalPatroliNews – Jakarta – Prabowo Subianto, Presiden Indonesia terpilih hasil quick count atau hasil perhitungan cepat, menegaskan bahwa Indonesia tidak pernah mengalami kegagalan dalam membayar utangnya.

Saya pikir Indonesia memiliki catatan yang baik, kita tidak pernah mengalami default di sejarah perekonomian Indonesia,” kata Prabowo di acara Mandiri Investment Forum 2024 di Jakarta, Selasa (5/3/24).

Prabowo menambahkan bahwa utang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap pemerintahan sejak zaman Presiden Sukarno hingga Joko Widodo (Jokowi), digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

“Kita punya debt to GDP ratio terendah juga sekarang 39% kan? kita well under the mandatory 3%,” tegasnya.

Dia memproyeksikan defisit APBN tahun ini akan berkisar antara 2,6-2,8% dari GDP, naik dari 1,65% pada tahun 2023, namun menurutnya, angka tersebut masih dalam batas yang wajar.

“Proyeksinya kita akan bisa dapati 2,6-2,8% dan itu masih di bawah mandatory 3%,” ungkap Prabowo.

Meskipun Indonesia tidak pernah default dalam pembayaran utangnya, sejarah mencatat bahwa negara ini telah menghadapi tantangan serius terkait utangnya. Pada satu waktu, Indonesia bahkan berutang hingga 13,21 miliar SDR ke IMF.

Namun, pinjaman tersebut menjadi “obat yang pahit” karena malah memperburuk kondisi ekonomi, dengan IMF mengimpose 50 persyaratan yang mengakibatkan kekacauan ekonomi, termasuk likuidasi 16 bank dan penerapan nilai tukar mengambang. Krisis ekonomi tersebut pada akhirnya memaksa turunnya Presiden Soeharto dan menyebabkan perubahan era pada Mei 1998.

Meskipun demikian, krisis moneter 1997/1998 menjadi pemicu bagi Indonesia untuk melakukan reformasi terutama dalam pengelolaan perbankan dan keuangan negara.

Pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 tentang Keuangan Negara yang mengatur batas defisit anggaran maksimal hanya 3% dari GDP, dan batas utang maksimal adalah 60% dari GDP.

Sejak era reformasi, utang tidak lagi dianggap sebagai pelengkap atau sumber pendanaan pembangunan, melainkan sebagai bagian dari pembiayaan defisit anggaran.

Komentar