Refleksi Sejarah dan Perjalanan Wang Proklamator Bung Karno

JurnalPatroliNews – Di “Bulan Bung Karno” – Juni – selain terukir sebagai Hari Lahir Pancasila setelah Soekarno lahir dari Nyoman Rai Serimben – sosok wanita kelahiran Banjar Bale Agung, Buleleng, Bali. Sekaligus pula bulan wafatnya Putera Sang Fajar yang merupakan Presiden Pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hari wafatnya Bung Karno oleh Pasemetonan Putra Sang Fajar di Bale Agung, Buleleng diperingati pada tanggal 21 Juni 2020 ditandai Renungan Suci dengan persembahyangan bersama di Dadia Pasek.

Upaya Renungan Suci dari Pasemetonan Putra Sang Fajar dimotori Made Hardika, dihadiri Bupati-Wabup Buleleng PASS (Putu Agus Suradnyana – Nyoman Sutjidra) dan Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna. Bahkan, dihadiri juga Anggota Dewan Bali Dapil Buleleng I Gusti Aries Sujati yang juga sebagai istri Bupati PAS serta Anggota Dewan Buleleng sosok wanita Dapil Sukasada.

Pimpinan Pemerintahan Daerah Kabupaten Buleleng dua periode ketiga tokoh politik PDI Perjuangan di Buleleng itu sebagai kemenangan partai berlambang kepala banteng dalam lingkaran yang sampai saat ini dipimpin Megawati Soekarnoputri.

Menurut Made Tirthayasa sebagai simpatisan partai berlambang Banteng Segitiga, PNI yang dilahirkan Soekarno disela perjuangan Kemerdekaan RI, bahwa
pemikiran Bung Karno berdarah Bali banyak “terpahat” di Buleleng, Bali.

“Bagaimana mempertahankan keutuhan bangsa ada juga di sini, Gumi Den Bukit dan diperjuangkan Pak Item di antaranya,” jelasnya.

Sebagai satu-satunya wartawan sejak era 1970an berawal di media elektronik RRI selama enam tahun, dan selanjutnya bergabung di media cetak Bali Post hingga pensiun. Sampai saat ini di antara sebelas rekan wartawan era 1970an, tinggal dua orang masih hidup, dan Tirthayasa sebagai satu-satunya wartawan Anggota PWI di Singaraja, Bali yang dianugerahkan KTA Seumur Hidup sejak tahun 2006, sekaligus Anugerah Kesetiaan Profesi 30-40 Tahun yang diterima saat Hari Pers Nasional dan HUT PWI di Kota Bandung.

Menurut Tirthayasa, koran atau pers tidak lepas dari kehidupan Bung Karno. Bahkan zaman Soekarno, sertifikasi wartawan itu sudah ada.

Sementara penggagas Pasemetonan Putra Sang Fajar, Made Hardika menyimak sebagai pekerja sejarah, dan generasi republik ini sudah selayaknya mengabdikan diri dan memperjuangkan cita-cita pendiri bangsa ini.

Seniman perupa ini mengatakan, sebagai pekerja sejarah, sudah selayaknya perjuangan Bung Karno dijadikan suatu acuan untuk menjaga negeri ini hingga menjadi bangsa yang besar, terhormat di mata internasional.

Karena itu, dia mengajak generasi muda untuk meneruskan semangat Bung Karno, dengan ideologi yang diterapkan dalam memimpin bangsa ini.

“Sudah saatnya anak muda mengetahui arti penting sejarah berdirinya Republik Indonesia,” tandasnya. (Made Tirthayasa).-

Komentar