Usulan Mempercepat Waktu Pelantikan Prabowo-Gibran dan Dinamika Transisi Kekuasaan

Oleh: Andre Vincent Wenas

JurnalPatroliNews – Jakarta,- Setelah proses gugatan paslon 01 dan 03 diselesaikan di MK, maka KPU menetapkan Prabowo-Gibran pada 24 April 2024 yang baru lalu sebagai pemenang Pilpres.

Dan sesuai jadwal KPU, pelantikannya nanti pada Minggu, 20 Oktober 2024, kira-kira enam bulan setelah penetapannya diumumkan oleh KPU.

Jeda waktu enam bulan setelah penetapan KPU itulah yang dipersoalkan oleh Dr. Audrey Tangkudung dan kawan-kawannya. Kelompok ini lalu mengajukan permohonan (Judicial Review) ke MK untuk mempercepat waktu pelantikan Prabowo-Gibran.

Ambil contoh kasus Amerika Serikat sebagai perbandingan, Presiden Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris dilantik pada 20 Januari 2021. Waktu itu pemungutan suaranya pada tanggal 3 November 2020, dan hasilnya diumumkan pada 7 November 2020.

Jadi dari tanggal 7 November 2020 sampai pelantikan pada 20 Januari 2021 memakan waktu sekitar 2,5 bulan saja, tidak sampai 3 bulan.

Dalam pertimbangan Dr. Audrey Tangkudung dan kawan-kawan jeda waktu selama enam bulan terlalu lama, beruntunglah saat ini yang terpilih (keluar sebagai pemenang) adalah Prabowo-Gibran yang berkampanye akan meneruskan (dan meningkatkan) program-program Presiden Joko Widodo. Jadi tidak ada masalah.

Pengamat politik M. Qodari menganggap usulan (inisiatif) Dr. Audrey Tangkudung dan kawan-kawannya itu adalah cerminan terhadap kepedulian bangsa. Hanya saja waktunya agak terlambat untuk diajukan, mestinya usulan ini diajukan lebih awal. Sehingga wacana (diskursus) publik sudah terbangun.

Memang perhelatan pilpres di Indonesia masih perlu mengantisipasi kemungkinan adanya putaran kedua kalau-kalau perolehan suara putaran pertama tidak mencapai 50 persen plus satu, dan syarat teknis lainnya terpenuhi. Tambah lagi kemungkinan diputaran akhir itu diwarnai dengan adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang perlu dialokasikan waktunya.

Tapi kalau kendala-kendala seperti itu tidak terjadi maka jeda waktunya bisa dipersingkat. Namun permohonan Judicial Review dari Dr. Audrey Tangkudung dan kawan-kawan baru mencuat di fase akhir bulan Mei 2024. Sehingga kemungkinan sulit untuk diterima Mahkamah Konstitusi.

Secara sosial-politis pun dirasa tidak ada urgensi untuk mempercepat pelantikan. Pertama karena pemenang pilpres adalah penerusnya, yang menekankan program keberlanjutan dari Presiden Joko Widodo. Dan wacana tentang jeda waktu yang terlalu lama ini bisa saja didiskusikan oleh DPR yang baru nanti.

Lalu, pandangan lain tentang jeda waktu yang sekarang ada ini bisa dimanfaatkan untuk mematangkan proses transisi kekuasaan secara “smooth”.

Komentar