JAM-Pidum Setujui Restorative Justice untuk Kasus KDRT di Kalimantan Timur

JurnalPatroliNews – Jakarta – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejaksaan Agung, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui penghentian penuntutan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) melalui mekanisme Restorative Justice (RJ).

Keputusan ini diambil dalam ekspose virtual pada Kamis (6/2/2025), di mana tiga perkara diusulkan untuk diselesaikan tanpa melalui persidangan.

“Salah satu perkara yang mendapat persetujuan RJ adalah kasus yang menjerat tersangka Sapariyatno bin Abin Margo Budi (Alm), warga Samarinda, Kalimantan Timur,” ujar Asep.

Ia didakwa melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Kronologi Kasus dan Proses Perdamaian

Kasus ini bermula dari konflik rumah tangga yang dipicu masalah ekonomi. Pada Sabtu (23/11/2024) sekitar pukul 13.00 WITA, Sapariyatno diduga melakukan kekerasan terhadap istrinya, Srianik Binti Sastro Pra Wiro, di rumah tempat korban bekerja sebagai asisten rumah tangga di Samarinda Ulu.

Akibat kejadian tersebut, korban mengalami memar di pipi kiri dan melaporkan kasus ini ke kepolisian.

“Berdasarkan hasil visum dari RSUD Abdoel Wahab Syahranie, luka yang dialami korban disebabkan oleh benturan benda tumpul, namun tidak sampai mengganggu aktivitas sehari-hari atau pekerjaannya,” katanya.

Atas perbuatannya, tersangka sempat terancam hukuman penjara maksimal lima tahun atau denda hingga Rp15 juta. Namun, pihak Kejaksaan Negeri Samarinda, yang dipimpin oleh Firmansyah Subhan, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui pendekatan Restorative Justice.

Dalam proses mediasi, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada korban. Korban pun menerima permintaan maaf tersebut dan meminta agar proses hukum terhadap suaminya dihentikan.

Setelah kesepakatan damai tercapai, Kejari Samarinda mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur. Kepala Kejati Kaltim, Dr. Iman Wijaya, S.H., M.Hum., mendukung penghentian perkara ini dan mengajukan permohonan persetujuan kepada JAM-Pidum.

Dengan persetujuan ini, Kejaksaan Negeri Samarinda diminta untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Restorative Justice, sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022.

Keputusan ini menjadi bukti komitmen Kejaksaan dalam mengedepankan keadilan yang berorientasi pada kepentingan korban dan pelaku, serta memastikan bahwa penyelesaian perkara tetap berlandaskan pada asas kepastian hukum.

Komentar