Pengacara Jumhur Protes Jaksa Abaikan Saksi Ahli di Sidang

JurnalPatrloiNews – Jakarta, Oky Wiratama, pengacara terdakwa kasus penyebaran berita bohong, Jumhur Hidayat, mengatakan bahwa jaksa penuntut umum mengesampingkan saksi-saksi yang dihadirkan oleh terdakwa dalam persidangan.

Dalam sidang pada Kamis (30/9) itu, Oky menghadirkan beberapa saksi dan ahli, di antaranya Direktur Eksekutif WALHI, Nur Hidayati, dan pegawai Ditjen Aplikasi dan Informatika Kominfo, Josua Sitompul.

Oky mengatakan bahwa pada saat persidangan, penuntut umu, maupun majelis hakim tidak pernah keberatan terhadap kedudukan para saksi yang meringankan yang dihadirkan oleh terdakwa.

Namun dalam tuntutannya, penuntut umum memohon kepada Majelis Hakim untuk menolak keterangan saksi hanya karena saksi tersebut tidak tercantum dalam Berita Acara Penangkapan (BAP).

“Fakta di atas membuktikan bahwa JPU tidak konsisten dalam menanggapi keterangan para saksi yang dihadirkan terdakwa selama persidangan. Penuntut umum terindikasi mengesampingkan ketentuan hukum acara pidana,” kata Oky dalam sidang pembacaan pledoi, yang disiarkan virtual, Kamis (30/9).

Dia juga menyampaikan protes karena penuntut umum menganggap saksi-saksi yang meringankan terdakwa hanya memberikan informasi terkait pengalaman hidupnya.

Menurut JPU, para saksi tersebut tidak mengetahui fakta perbuatan Jumhur terkait unggahannya di Twitter pada 25 Agustus dan 7 Oktober 2020 silam.

Penuntut umum menilai bahwa para saksi tidak mengikutiakun TwitterJumhur sehingga mereka tidak bisa menjelaskan peristiwa pidana yang melibatkan terdakwa sesuai dengan Pasal 1 angka 27KUHP.

Menurut Oky, penuntut umum mengesampingkan putusan MK Nomor 65/PUU-VII/2010 tentang perluasan makna ‘saksi’ yang pada pokoknya menyatakan Pasal 1 angka 27 KUHAP bertentangan dengan UUD 1945.

Pengertian saksi dalam pasal tersebut tidak dimaknai sebagai orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan tidak selalu harus ia dengar, ia lihat, dan ia alami sendiri.

Penuntut umum juga dinilai tidak memahami aplikasi Twitter karena menanggap saksi yang dihadirkan pihak Jumhur bukan saksi fakta hanya karena tidak mengikuti akun Twitter-nya.

“Di sisi lain, akun Twitter terdakwa bersifat publik. Artinya, akun tersebut dapat dilihat, dikomentari, disukai, atau tidak disukai oleh siapapun,” kata Oky.

“Muncul pertanyaan: Mengapa saksi harus mem-follow akun Twitter terdakwa lebih dulu untuk dapat memenuhi kualifikasi saksi fakta? Sedangkan tidak ada ketentuan bahwa saksi a de charge (saksi yang meringankan) harus mengikuti akun Twitter seseorang.”

Secara keseluruhan, Oky menghadirkan 4 saksi dan 5 ahli untuk membuktikan Jumhur tidak bersalah dalam kasus penyebaran berita bohong.

Saksi dan ahli tersebut di antaranya Peneliti KontraS Rozy Brilian, Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati, Sekjen KPBI Damar Panca Mulya, Wakil Ketua Umum HIPMI Angga Wira, pegawai Ditjen Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo Josua Sitompul.

Ada pula ekonom Faisal Basri, Ahli Pidana Ahmad Sofian, Dosen Muhammad Yamin, dan Dosen Muhammad Ahmadi.

Jumhur Hidayat dituntut pidana tiga tahun akibat kasus tindak pidana menyiarkan berita bohong sehingga menimbulkan keonaran. Jumhur mengkritik Omnibus Law dalam akun Twitter pribadinya.

(cnn)

Komentar