AS-Filipina Gelar Pertemuan Soal Perjanjian Pertahanan, China Waspada

JurnalPatroliNews, Manila – Pejabat militer Amerika Serikat (AS) dan Filipina telah mengadakan pembicaraan awal untuk menilai masa depan Perjanjian Pertahanan Bersama (Mutual Defense Treaty, MDT) mereka yang berusia 70 tahun, termasuk merevisinya. Langkah ini kemungkinan langkah akan membuat China waspada.

Perjanjian yang diteken pada tahun 1951 mewajibkan AS dan Filipina untuk saling membantu jika terjadi serangan. Para pejabat AS telah berulang kali meyakinkan rekan-rekan Filipina mereka bahwa mereka akan menghormati kewajiban perjanjian mereka jika pasukan, kapal dan pesawat Filipina diserang di Laut China Selatan yang disengketakan, termasuk oleh China.

Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana mengatakan perjanjian itu dapat dibatalkan, diganti atau direvisi setelah beberapa dekade. Perjanjian itu adalah aliansi tertua Amerika yang ada di Asia.

“Diskusi awal telah dilakukan antara pejabat kedua militer untuk mencapai beberapa konsensus tentang bagaimana bergerak maju,” kata Lorenzana dalam rekaman video di forum online yang membahas masalah seputar perjanjian itu.

“Sementara AS menyambut gagasan untuk meninjau kembali MDT, pihak luar tidak. Ketika saya pertama kali mengemukakan gagasan untuk meninjau kembali MDT, mantan duta besar China datang kepada saya dan berkata, ‘Tolong jangan sentuh MDT, biarkan apa adanya,’” kata Lorenzana, tanpa menjelaskan lebih lanjut seperti dikutip dari AP, Kamis (30/9/2021).

Lorenzana mengatakan ada saran untuk merevisi perjanjian guna mengatasi masalah keamanan regional saat ini, termasuk penggunaan milisi sipil oleh China alih-alih pasukan militer untuk merebut wilayah di perairan yang disengketakan untuk menghindari perselisihan militer yang dapat memberi AS dan Filipina alasan untuk mengaktifkan perjanjian mereka.

Seorang diplomat Filipina mengatakan kepada The Associated Press bahwa China mungkin khawatir pejabat Filipina dan AS mungkin memasukkan ketentuan yang dapat mengancam kepentingan keamanan Beijing jika perjanjian itu diubah. Mereka dapat mengakui, misalnya, keputusan arbitrase internasional 2016 yang membatalkan klaim teritorial luas China di Laut China Selatan dengan alasan historis, kata diplomat itu, yang berbicara dengan syarat anonim karena kurangnya wewenang untuk berbicara di depan umum.

Pejabat Kedutaan Besar China tidak segera bereaksi terhadap pernyataan Lorenzana. China telah memperingatkan AS untuk tidak campur tangan dalam apa yang dikatakannya murni sengketa Asia yang coba diselesaikan oleh pemerintah di kawasan itu secara damai melalui negosiasi.

China dan Filipina, bersama dengan Vietnam, Malaysia, Taiwan serta Brunei telah terkunci dalam kebuntuan yang penuh ketegangan atas sengketa wilayah di jalur air yang sibuk itu. Ada kekhawatiran bahwa perselisihan yang telah berlangsung lama dapat memicu perang yang dapat merusak ekonomi yang ramai di Asia dan sekitarnya.

Washington tidak mengajukan klaim di Laut China Selatan. Namun AS menyatakan bahwa penyelesaian sengketa secara damai, bersama dengan kebebasan navigasi dan penerbangan di jalur air yang diperebutkan, adalah untuk kepentingan nasionalnya.

(sdn)

Komentar