Bom Bunuh Diri di Masjid Pakistan: Siapa yang Berada di Balik Serangan Mematikan Itu?

JurnalPatroliNews – Pihak berwenang Pakistan sedang menyelidiki bagaimana seorang pengebom bunuh diri menewaskan sedikitnya 100 orang di sebuah masjid di Peshawar.

Serangan tersebut mengejutkan warga Pakistan mengingat peristiwa itu terjadi di dalam kompleks kantor polisi yang dijaga ketat. Sebagian besar yang tewas adalah personel kepolisian yang sedang bersembahyang.

Kepolisian meyakini bahwa mereka menjadi sasaran untuk melemahkan semangat dalam melakukan perlawanan terhadap kelompok militan.

Insiden ini terjadi dua bulan setelah Taliban Pakistan meninggalkan gencatan senjata. Sejak saat itu serangan terhadap polisi dan tentara meningkat.

Klaim bahwa serangan tersebut dilakukan kelompok milisi Tehrik-i-Taliban Pakistan (TTP) belakangan dibantah kelompok itu. Mereka justru menyalahkan komandan faksi yang memisahkan diri.

Imran Khan, mantan PM Pakistan, ditembak saat protes menentang pemerintah – siapa terduga pelaku?
Di masa lalu TTP tidak mengklaim sejumlah serangan terhadap masjid, sekolah atau pasar. Kelompok itu memilih untuk menyatakan bahwa mereka berperang melawan pasukan keamanan, bukan melawan rakyat Pakistan.

TTP telah memerangi militer dan polisi Pakistan selama bertahun-tahun dengan banyak korban jiwa. Kelompok tersebut adalah cabang dari Taliban Afghanistan dan memiliki ideologi garis keras yang sama, tetapi kedua kelompok terpisah.

Pada bagian atas dalam daftar panjang tuntutannya, Taliban Pakistan ingin memaksakan interpretasinya atas hukum Syariah di barat laut Pakistan.

Sekitar satu dekade yang lalu, TTP mengancam akan membuat Pakistan tidak stabil dengan melancarkan serangan dari daerah yang dikuasainya di sepanjang perbatasan pegunungan dengan Afghanistan. Daerah itu sendiri telah menjadi sarang aktivitas militan selama beberapa dekade.

Salah satu serangan Taliban Pakistan yang paling terkenal dan dikutuk secara internasional terjadi pada Oktober 2012, ketika siswi Malala Yousafzai ditembak. Dia telah berkampanye untuk pendidikan anak perempuan.

Pada 2014, sebuah serangan berlangsung di sebuah sekolah di Peshawar yang menewaskan 141 orang, kebanyakan anak-anak. TTP tidak mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, namun militer Pakistan melancarkan aksi besar-besaran pascakejadian.

Dalam aksi tersebut, tentara menghancurkan pusat-pusat militan dan mendorong mundur kelompok itu hingga ke Afghanistan. Pengaruh TTP di Pakistan jauh berkurang dan insiden kekerasan militan di dalam negeri menurun drastis.

Akan tetapi, serangan TTP dan kelompok lainnya telah meningkat lagi dalam beberapa tahun terakhir di barat laut Pakistan.

Setelah Taliban merebut kendali atas Afghanistan pada 2021, mantan PM Pakistan Imran Khan menawarkan kesempatan kepada para militan yang bersembunyi di perbatasan untuk kembali ke kampung halaman – dengan syarat mereka meletakkan senjata.

Para militan kembali ke Pakistan tetapi tidak setuju menyerahkan senjata mereka – dan di situlah masalah saat ini dimulai. Hal ini menyebabkan dialog yang dimulai oleh Imran Khan terhenti.

Para pemimpin politik dan militer yang baru menjabat setelah Imran Khan tersingkir tahun lalu tidak setuju dengan tuntutan para militan. Pemerintah pun berhenti berdialog dengan Taliban Pakistan.

Akibatnya TTP mengakhiri gencatan senjata pada bulan November 2022 dan melanjutkan serangan.

Ashraf Ali, yang menjalankan organisasi donor darah, mengatakan orang-orang di Peshawar hidup dalam ketakutan.

“Saya, bersama keluarga saya dan semua warga, mengalami trauma mendalam. Orang-orang di sini ketakutan,”.

“Semua orang khawatir apa yang akan terjadi selanjutnya karena perlu waktu panjang dari terorisme ke pariwisata di Peshawar. Sekarang Peshawar sangat terpengaruh oleh terorisme.”

Pemerintah Pakistan mengatakan pasukannya siap menghadapi para militan. Namun kepolisian tidak dilengkapi untuk melawan militan yang sangat terlatih dan bersenjata lengkap. Bahkan, baru-baru ini militan berani menduduki kantor polisi dan dalam beberapa kasus polisi tidak memberikan perlawanan.

Publik menginginkan kekerasan berakhir untuk selamanya. Karena itu, para ahli menyerukan agar militer menempuh operasi besar-besaran untuk mengalahkan para militan, seperti yang terjadi pada 2014.

Rakyat Pakistan sedih dan kritis terhadap upaya negara menangani aksi militan yang telah berlangsung selama dua dekade dalam siklus yang tampaknya terus berulang.

Banyak yang berpikir masih ada unsur-unsur dalam institusi keamanan dan sipil Pakistan yang bersikap lunak terhadap militan dan itulah alasan ancaman para militan tidak ditangani dengan baik.

Komentar