JurnalPatroliNews – Filipina – Jenderal Romeo Brawner Jr., komandan militer Filipina, kembali menuntut agar China membayar kompensasi atas kerusakan yang ditimbulkan serta mengembalikan senjata yang disita selama insiden di Laut China Selatan.
Insiden tersebut melibatkan bentrokan antara pasukan Filipina dan China pada 17 Juni 2024, di mana dua perahu karet milik Filipina rusak dan seorang pelaut Filipina, Jeffrey Facundo, kehilangan ibu jarinya.
Brawner mengungkapkan bahwa pihak Filipina menuntut China membayar kompensasi sebesar 1,02 juta dolar AS untuk kerusakan yang terjadi pada perahu-perahu karet tersebut serta pengembalian senjata yang disita.
“Ini adalah tuntutan kami, selain cedera yang dialami pelaut kami,” ujar Brawner pada 4 November 2024. Ia menambahkan bahwa dokter berhasil menyambung kembali ibu jari Facundo yang terputus akibat serangan tersebut.
Selama beberapa waktu terakhir, China telah menggunakan berbagai taktik agresif terhadap kapal-kapal Filipina di Laut China Selatan, termasuk penggunaan meriam air dan laser untuk menghalangi kapal Filipina.
Tiongkok menegaskan klaimnya atas sebagian besar wilayah Laut China Selatan, meskipun klaim tersebut tidak diakui oleh komunitas internasional, termasuk Filipina, yang telah memenangkan putusan di pengadilan internasional pada 2016.
Terkait dengan permintaan kompensasi tersebut, Kedutaan Besar China di Manila belum memberikan tanggapan resmi. Analis politik menilai bahwa Beijing kemungkinan besar tidak akan memenuhi tuntutan tersebut, karena mereka tetap tidak mengakui aktivitas Filipina di wilayah yang mereka klaim.
Menurut mereka, Beijing berpendapat bahwa tindakan Filipina adalah provokatif dan tidak sah di perairan yang mereka anggap milik mereka.
Para pengamat hukum juga mencatat bahwa dalam sejarahnya, China belum pernah memberikan kompensasi atas kerusakan yang diderita oleh kapal negara lain di Laut China Selatan.
Sebaliknya, Beijing terus menegaskan hak kedaulatannya atas wilayah tersebut, yang mempersulit penyelesaian sengketa ini.
Di sisi lain, Sherwin Ona, seorang profesor ilmu politik di Universitas De La Salle, mendesak pemerintah Filipina untuk terus menuntut ganti rugi hingga China merespons.
Ona juga mengingatkan insiden yang terjadi pada 2019 di mana kapal China menabrak kapal Filipina, namun China hanya membayar ganti rugi dua tahun setelah insiden tersebut, dan jumlahnya jauh dari yang diminta.
Komentar